Jumat, 01 September 2017

Rasionalisasi keberadaan Tuhan



            Dalam tradisi filsafat semenjak zaman yunani kuno sampai dengan hari ini, pembahasan mengenai “Tuhan” tidak pernah kering untuk dikaji. Terlebih didunia modern ini banyak sekali pemahaman yang bisa menggiring manusia untuk tidak mempercayai hal-hal yang tidak bisa dijangkau oleh indra mereka. hal yang demikian disebabkan karna mendominasinya materialisme dalam tubuh kehidupan manusia modern hari ini sehingga, Tuhan pun berusaha untuk disingkirkan oleh beberapa filsuf barat sebut saja misalkan freud. Untuk membuktikan kebenaran adanya Tuhan pada manusia modern dibutuhkan sajian pemahaman yang logis, artikel ini akan mencoba menyajikan kepada pembaca tentang bukti-bukti keberadaan Tuhan.
            Pertanyaan yang sering muncul ketika membahas tentang “Tuhan” ialah “ apa bukti-bukti rasional adanya Tuhan, kalau diingat bahwa kita tidak pernah bisa melihatnya?”. Untuk menjawab pertanyaan seperti ini para filosof telah menjabarkan beberapa bukti tentang rasionalitas Tuhan, seperti yang diterangkan oleh kartanegara dalam bukunya “Lentera kehidupan”. Pembuktian pertama disebut sebagai argument kosmologis, karena titik tolaknya adalah alam. Pembuktian ini dibagi menjadi dua tipe: yang pertama berhubungan dengan sebab, yang kedua berhubungan dengan gerak. Yang pertama didasarkan pada asumsi dasar bahwa sebuah kejadian di alam ini tidak bisa dipandang sebagai terjadi sendiri, tetapi terjadi karena sebuah sebab. Lebih lengkap dalil ini mengatakan “ setiap kejadian yang ada di alam semesta ini mesti memiliki sebuah sebab. Sebab ini pada gilirannya bisa memiliki sebab lain yang mendahuluinya, demikian juga sebab yang ini pun bisa dibayangkan memiliki sebab yang lainnya lagi, dan seterusnya yang bisa membentuk rangkaian sebab yang sangat panjang. Namun, sepanjang apa pun rangkaian sebab ini, menurut para filsuf muslim tidak boleh bersifat “tasalsul”, artinya surut kebelakang secara tidak terhingga, sebab kalau itu terjadi, maka kejadian pertama yang kita amati tidak pernah akan terjadi. Karena itu, rangkaian sebab ini mestilah berakhir pada sebab pertama, yang mengawali dan menjadi syarat bagi munculnya rangkaian sebab-sebab tersebut hingga mencapai kejadian yang kita saksikan. Sebab pertama inilah yang dinamakan Tuhan. Tipe kedua bukti kosmologis berbunyi : setiap gerak yang kita lihat tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada penggerak, karena sebuah gerak tidak bisa dibayangkan bergerak kecuali ada penggerak. Namun penggerak ini, pada gilirannya, sebagaimana sebab, bisa memiliki penggerak yang lain, dan seterusnya sehingga bisa membentuk rangkaian penggerak yang panjang. Namun, rangkaian ini tidak bisa bersifat tasalsul atau tak terhingga, dan karena itu mestilah ia berakhir dengan penggerak pertama (al-Muharrik al-awwal), dan inilah yang kita sebut Tuhan. Namun, ada yang menarik disini. Penggerak pertama ini dikatakan mestilah tidak bergerak atau digerakkan sehingga muncullah istilah “ The Unmoved Mover”, penggerak yang tidak bergerak. Apa alasannya? Alasannya adalah kalau penggerak pertama ini bergerak, berarti ia memerlukan penggerak lain. Kalau begitu, ia bukanlah penggerak pertama.
            Argument kedua disebut dengan argument ontologi yakni argument yang berdasar pada wujud. Ini pun dibagi ke dalam beberapa tipe. Tipe pertama oleh ibn sina yang memulai pembuktiannya dengan membagi wujud ke dalam tiga kategori, “ wujud wajib, wujud mumkin, dan wujud mustahil”. Wujud wajib harus selalu ada atau actual dan tidak terbayang ketiadaannya. Wujud mumkin adalah wujud yang ada atau tidak adanya bisa dibayangkan oleh akal tanpa kontradiksi. Sedangkan wujud mustahil adalah wujud yang tak terbayang adanya. Nah, alam, oleh ibn sina digolongkan pada kategori mungkin, karena alam tidak mungkin ada selamanya, seperti halnya wujud wajib, tapi juga tidak mungkin tidak ada, seperti halnya wujud mustahil, karena pada kenyataannya ia ada sekarang. Namun, kalau wujudnya bersifat mungkin, maka ia tidak mungkin mengadakan dirinya sendiri, karena ia tidak memiliki prinsip aktualitas yang menjadi syarat pengaktualan sebuah kemungkinan (potensi). Nah, karena alam tidak bisa mengadakan dirinya sendiri, sementara sekarang ia ada, mestilah ada sesuatu yang sudah actual yang bertanggung jawab atas keberadaan alam ini. Dialah yang kita sebut Tuhan. Tipe kedua bukti ontologis ini diajukan oleh Anselmus, seorang uskup dari Canterbury inggris. Menurutnya, “dialam ini, kita bisa melihat tingkat wujud yang berbeda, ada yang besar dan yang kecil”. Oleh karena itu, secara logika mestilah ada wujud yang paling besar yang tidak terbayang adanya yang lain yang lebih besar darinya. Nah, wujud paling besar, yang tidak ada lagi terbayang sesuatu lebih besar darinya inilah yang kita sebut Tuhan. Tipe ketiga argument ontologis diajukan oleh Mulla sadra. Pembuktian beliau kira-kira begini, “ sebagaimana tak mungkin kita mengatakan baju biru itu ada, tas biru itu ada, mobil biru ada, kalau biru itu sendiri tidak ada, maka demikian juga kita tidak bisa mengatakan saya ada, polpen ada, computer ada, buku ada, kalau “ada itu sendiri” tidak ada. Nah, “ada itu sendiri” , atau disebut juga “wujud murni” inilah yang menjadi syarat, sumber dan pencipta dari segala yang ada, yang kita sebut Tuhan.
            Bukti rasional ketiga disebut argument Teleologis, yang mendasarkan dirinya pada adanya tujuan (teleos) dalam penciptaan ini. bukti ini juga dibagi ke dalam dua aspek : rancangan dan tujuan. Aspek “rancangan” mengatakan “kalau kita perhatikan alam, tak mungkin kita gagal menangkap kesan adanya keberaturan dan rancangan yang halus dan indah dialam ini”. rancangan yang demikian indah dan teratur ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan tanpa ada yang merancangnya dengan baik. Karena itu, dibalik rancangan dan system yang begitu harmonis dan sistematis ini mestilah ada seorang desainer yang Maha ulung, yang mengerti bagaimana mencipta dan merancang alam. Disainer itulah yang kita sebut Tuhan. Sedangkan aspek “tujuan” mengatakan :”alam yang dicipta demikian harmonis dan ditata demikian halus (finely nuted) tidak mungkin dicipta secara sia-sia tanpa tujuan. Tujuan akhir dari penciptaan itu adalah untuk memungkinkan munculnya manusia. Bukti ini didukung bukan hanya oleh agama, tetapi juga oleh teori fisika modern melalui prinsip Antropiknya. Nah, dia yang mengarahkan ciptaan tersebut kepada tujuan tertentu inilah yang disebut Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bangsal Menggawe; sebuah catatan pribadi #4

Sudah cukup lama saya tidak lagi menggeluti sepak bola. Terakhir, seingatku, dua tahun berturut-turut menjadi juara ke tiga tingkat kecama...