Dalam tradisi filsafat semenjak
zaman yunani kuno sampai dengan hari ini, pembahasan mengenai “Tuhan” tidak
pernah kering untuk dikaji. Terlebih didunia modern ini banyak sekali pemahaman
yang bisa menggiring manusia untuk tidak mempercayai hal-hal yang tidak bisa
dijangkau oleh indra mereka. hal yang demikian disebabkan karna mendominasinya materialisme
dalam tubuh kehidupan manusia modern hari ini sehingga, Tuhan pun berusaha
untuk disingkirkan oleh beberapa filsuf barat sebut saja misalkan freud. Untuk membuktikan
kebenaran adanya Tuhan pada manusia modern dibutuhkan sajian pemahaman yang
logis, artikel ini akan mencoba menyajikan kepada pembaca tentang bukti-bukti
keberadaan Tuhan.
Pertanyaan yang sering muncul ketika
membahas tentang “Tuhan” ialah “ apa bukti-bukti rasional adanya Tuhan, kalau
diingat bahwa kita tidak pernah bisa melihatnya?”. Untuk menjawab pertanyaan
seperti ini para filosof telah menjabarkan beberapa bukti tentang rasionalitas
Tuhan, seperti yang diterangkan oleh kartanegara dalam bukunya “Lentera
kehidupan”. Pembuktian pertama disebut sebagai argument kosmologis, karena
titik tolaknya adalah alam. Pembuktian ini dibagi menjadi dua tipe: yang
pertama berhubungan dengan sebab, yang kedua berhubungan dengan gerak. Yang pertama
didasarkan pada asumsi dasar bahwa sebuah kejadian di alam ini tidak bisa
dipandang sebagai terjadi sendiri, tetapi terjadi karena sebuah sebab. Lebih lengkap
dalil ini mengatakan “ setiap kejadian yang ada di alam semesta ini mesti
memiliki sebuah sebab. Sebab ini pada gilirannya bisa memiliki sebab lain yang
mendahuluinya, demikian juga sebab yang ini pun bisa dibayangkan memiliki sebab
yang lainnya lagi, dan seterusnya yang bisa membentuk rangkaian sebab yang
sangat panjang. Namun, sepanjang apa pun rangkaian sebab ini, menurut para
filsuf muslim tidak boleh bersifat “tasalsul”, artinya surut kebelakang secara
tidak terhingga, sebab kalau itu terjadi, maka kejadian pertama yang kita amati
tidak pernah akan terjadi. Karena itu, rangkaian sebab ini mestilah berakhir
pada sebab pertama, yang mengawali dan menjadi syarat bagi munculnya rangkaian
sebab-sebab tersebut hingga mencapai kejadian yang kita saksikan. Sebab pertama
inilah yang dinamakan Tuhan. Tipe kedua bukti kosmologis berbunyi : setiap
gerak yang kita lihat tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa ada penggerak,
karena sebuah gerak tidak bisa dibayangkan bergerak kecuali ada penggerak. Namun
penggerak ini, pada gilirannya, sebagaimana sebab, bisa memiliki penggerak yang
lain, dan seterusnya sehingga bisa membentuk rangkaian penggerak yang panjang. Namun,
rangkaian ini tidak bisa bersifat tasalsul atau tak terhingga, dan karena itu
mestilah ia berakhir dengan penggerak pertama (al-Muharrik al-awwal), dan
inilah yang kita sebut Tuhan. Namun, ada yang menarik disini. Penggerak pertama
ini dikatakan mestilah tidak bergerak atau digerakkan sehingga muncullah
istilah “ The Unmoved Mover”, penggerak yang tidak bergerak. Apa alasannya? Alasannya
adalah kalau penggerak pertama ini bergerak, berarti ia memerlukan penggerak
lain. Kalau begitu, ia bukanlah penggerak pertama.
Argument kedua disebut dengan argument
ontologi yakni argument yang berdasar pada wujud. Ini pun dibagi ke dalam
beberapa tipe. Tipe pertama oleh ibn sina yang memulai pembuktiannya dengan
membagi wujud ke dalam tiga kategori, “ wujud wajib, wujud mumkin, dan wujud
mustahil”. Wujud wajib harus selalu ada atau actual dan tidak terbayang
ketiadaannya. Wujud mumkin adalah wujud yang ada atau tidak adanya bisa
dibayangkan oleh akal tanpa kontradiksi. Sedangkan wujud mustahil adalah wujud
yang tak terbayang adanya. Nah, alam, oleh ibn sina digolongkan pada kategori
mungkin, karena alam tidak mungkin ada selamanya, seperti halnya wujud wajib,
tapi juga tidak mungkin tidak ada, seperti halnya wujud mustahil, karena pada
kenyataannya ia ada sekarang. Namun, kalau wujudnya bersifat mungkin, maka ia
tidak mungkin mengadakan dirinya sendiri, karena ia tidak memiliki prinsip
aktualitas yang menjadi syarat pengaktualan sebuah kemungkinan (potensi). Nah,
karena alam tidak bisa mengadakan dirinya sendiri, sementara sekarang ia ada, mestilah
ada sesuatu yang sudah actual yang bertanggung jawab atas keberadaan alam ini.
Dialah yang kita sebut Tuhan. Tipe kedua bukti ontologis ini diajukan oleh
Anselmus, seorang uskup dari Canterbury inggris. Menurutnya, “dialam ini, kita
bisa melihat tingkat wujud yang berbeda, ada yang besar dan yang kecil”. Oleh karena
itu, secara logika mestilah ada wujud yang paling besar yang tidak terbayang
adanya yang lain yang lebih besar darinya. Nah, wujud paling besar, yang tidak
ada lagi terbayang sesuatu lebih besar darinya inilah yang kita sebut Tuhan. Tipe
ketiga argument ontologis diajukan oleh Mulla sadra. Pembuktian beliau
kira-kira begini, “ sebagaimana tak mungkin kita mengatakan baju biru itu ada,
tas biru itu ada, mobil biru ada, kalau biru itu sendiri tidak ada, maka
demikian juga kita tidak bisa mengatakan saya ada, polpen ada, computer ada,
buku ada, kalau “ada itu sendiri” tidak ada. Nah, “ada itu sendiri” , atau
disebut juga “wujud murni” inilah yang menjadi syarat, sumber dan pencipta dari
segala yang ada, yang kita sebut Tuhan.
Bukti rasional ketiga disebut argument
Teleologis, yang mendasarkan dirinya pada adanya tujuan (teleos) dalam
penciptaan ini. bukti ini juga dibagi ke dalam dua aspek : rancangan dan
tujuan. Aspek “rancangan” mengatakan “kalau kita perhatikan alam, tak mungkin
kita gagal menangkap kesan adanya keberaturan dan rancangan yang halus dan
indah dialam ini”. rancangan yang demikian indah dan teratur ini tidak mungkin
terjadi secara kebetulan tanpa ada yang merancangnya dengan baik. Karena itu,
dibalik rancangan dan system yang begitu harmonis dan sistematis ini mestilah
ada seorang desainer yang Maha ulung, yang mengerti bagaimana mencipta dan
merancang alam. Disainer itulah yang kita sebut Tuhan. Sedangkan aspek “tujuan”
mengatakan :”alam yang dicipta demikian harmonis dan ditata demikian halus
(finely nuted) tidak mungkin dicipta secara sia-sia tanpa tujuan. Tujuan akhir
dari penciptaan itu adalah untuk memungkinkan munculnya manusia. Bukti ini
didukung bukan hanya oleh agama, tetapi juga oleh teori fisika modern melalui
prinsip Antropiknya. Nah, dia yang mengarahkan ciptaan tersebut kepada tujuan
tertentu inilah yang disebut Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar