Sudah cukup lama saya tidak lagi menggeluti sepak bola. Terakhir, seingatku, dua tahun berturut-turut menjadi juara ke tiga tingkat kecamatan pada tournament berdikari cup yang diselenggarakan oleh kawan-kawan karang taruna desa Midang, Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat di lapangan Belencong. Tahun 2015-2016 adalah tahun terakhir saya mengikuti pertandingan sepak bola. Tentu, sebagai pemain yang tidak pintar-pintar amat, saya tidak asing dengan laga sepak bola. Panatisme supporter, sorak-sorak mereka dan ditambahi sedikit bumbu celotehan yang terkadang terkesan lebih tau dibanding pemain sudah menjadi hal yang biasa dalam dunia sepak bola. Sepak bola di Lombok hanya difahami sebagai hobi bukan sebagai profesi yang membutuhkan talenta khusus. Sebagai hobi, sepak bola bebas dimainkan dengan cara bagaimanapun, asalkan ada bola dan pemain, sekalipun misalkan, yang bermain itu ada dua atau satu orang saja. Minimnya perhatian pemerintah kepada pesepak bola di Lombok khususnya dan NTB pada umumnya harus membuat banyak pemain senior memutuskan untuk menggantung sepatu dan memilih jalur hidup yang berbeda.
Rustanto, nama yang tidak asing ditelinga para pemain sepak bola desa Midang. Kini, umurnya sudah 37 tahun. Hampir separuh bahkan seluruh hidupnya diinfakkan untuk bermain bola dan melatih para pesepak bola muda desa Midang dengan tanpa imbalan gaji serupiah pun. Dia bermain sudah keliling Lombok, namun tidak pernah mampu menembus liga Indonesia. Saya menduga bahwa ada ribuan Rustanto yang harus menyedekahkan hidupnya untuk sepak bola namun tidak pernah diberikan jaminan pasti oleh pemerintah. Memang sudah menjadi takdir bahwa sepak bola di Lombok hanya difahami sebagai hobi saja.
Tanggal 10 Februari 2019, pada sore yang mekar, suasana tiga tahun silam kembali menggerutu dibenak saya. Sore itu, bangsal cup resmi dibuka setelah sekian minggu lumayan menguras keringat dan isi dompet. Negosiasi lapangan, bersih-bersih lapangan, pemasangan spanduk, bendera, umbul-umbul dan beberapa banner yang bertuliskan pesan-pesan bijak yang ditulis dengan bahasa local-Lombok Utara-. Kerumitan demi kerumitan yang ditawarkan oleh bangsal cup telah memahat pengetahuan yang utuh pada diri saya bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik harus menempuh proses yang tidak mengasyikan.
Sore itu, dilapangan bangsal-samping kantor KUA dan kantor syahbandar- warga pemenang berkumpul sembari membawa sepaket kebahagiaan dan kesedihan mereka masing-masing. Nelayan dengan memikul suka duka dari lautan, guide dengan suka duka memburu tamu, pedagang dengan suka duka pembeli, dan tentunya, pemuda dengan suka duka mereka tentang semua hal, termasuk perasaan. Tidak ketinggalan, pak Suhaddman -Camat Pemenang- yang memang sudah mendapat undangan khusus untuk pembukaan terlihat hadir dengan mimik muka yang sumringah. Beliau ditemani ketua PSSI -pak Fauzan- Lombok Utara duduk menghadap utara diatas bangku besi memanjang. Mengenakan peci dinas, kaca mata dan memasukan baju, pak Camat terlihat begitu rapi dan memang sengaja berapi-rapi demi menghadiri pembukaan bangsal cup. Antusias pak Camat semakin menjadi-jadi ketika beliau diberikan panggung untuk menyampaikan kata sambutan sekaligus peresmian pembukaan bangsal cup dengan menendang bola ke arah gawang.
Sebelum pak Camat menyampaikan sambutan, panitia sempat dibuat bingung dengan salon yang tiba-tiba kehabisan batrai dan perlu dicas. Sementara, waktu itu, kantor syahbandar yang diniatkan menjadi tempat mengalirkan listrik sudah mengunci pintu. Siba dan semua panitia kemudian marah-marah sembari pengumpat semua pihak, seperti perempuan yang sedang haid. Waktu itu, saya membonceng ketua PSSI Lombok Utara menyempatkan diri untuk meminjam jengset kepada salah seorang warga yang berada disamping barat lapangan. Ditengah perjalanan, saya melihat Siba berjalan kaki menuju arah yang sama dengan tujuan yang sama -meminjam jengset-. Diatas berugak, samping kandang ayam didalam rumah yang cukup luas, saya menjumpai pengelola ternak sedang sibuk bermain catur. Lalu pak Fauzan mengutarakan niat untuk meminjam jengset. Tanpa pikir panjang, peternak itu menyuruh kami mengambil jengset yang berada tepat didepan kandang ayam. Waktu balik kelapangan, saya membonceng Siba sembari membawa jengset. Tidak disangka, sesampai di lapangan, kami menjumpai pintu syanbandar sudah bisa terbuka dan aliran listrik sudah mengalir. Entah siapa yang menghubungi penjaga gedung itu, setiba disana, saya melihat semuanya sudah siap disajikan.
Dalam sambutannya, pak Camat menekankan kepada semua masyarakat untuk mendukung penuh kegiatan bangsal cup karena kegiatan itu dalam rangka mencari dan kemudian akan membina atlit-atlit muda Lombok Utara, khususnya Pemenang. Berdalil dengan mencatut nama Zohri, salah seorang pelari yang sempat membuat Indonesia bahkan dunia terguncang dengan prestasinya menjuarai lomba lari marathon tingkat internasional, Pak Camat memberikan motivasi kepada semua masyarakat bahwa tidak mustahil dari kecamatan Pemenang, akan lahir pesepak bola dengan skil yang mumpuni. Seperti Zohri yang merupakan pemuda tulen Pemenang, menjadikan pantai bangsal sebagai tempat berlatih setiap hari. Selain menyinggung tentang bangsal cup, Camat Pemenang juga tidak lupa memaparkan tentang potensi wisata yang dimiliki oleh kecamatan Pemanang. “Memang, pasca gempa wisatawan mengurang drastis. Oleh karena itu diperlukan untuk terus mempromosikan wisata dengan terus menerus, salah satunya dengan kegiatan ini” ujar beliau dengan penuh harapan.
Sore itu, seusai memberikan sambutan sembari meresmikan dimulainya bangsal cup dengan cara menendang bola kearah gawang, empat tim turun berlaga dengan semangat berapi-api. Sempat menunggu beberapa lama kedatangan pak Novi, -wasit- lipri panjang pun terdengar sekaligus menjadi tanda pertandingan sudah dimulai. Duha’, izom, Alia dan Dani sibuk merekam jalannya pertandingan. Sementara Ilham dan kawan-kawan yang lain saling bergantian memungut bola yang keluar dari lapangan pertandingan.
Ada empat club yang bermain sore itu dengan durasi waktu 2x15 menit. Laga pembukaan mempertemukan antara Akas A melawan Manyungsang FC. Akas –anak karang subagan- terlihat lebih menguasai jalannya pertandingan dan tentu saja, Akas mampu meluluh lantahkan pertahanan Manyungsang dan memenangkan laga dengan scor telak 5-1. 5 Gol akas dicetak oleh Zais 1 goal, Fatih 1 goal, Zaki 2 goal dan Abi 1 goal. Salah seorang pemain akas melakukan bunuh diri yang kemudian memberikan angka 1 untuk Manyungsang FC. Babak pertama dan kedua, Akas konsisten mempertahankan gaya permainan yang kompak dan apik. Terlihat dari gaya bermain mereka, nampaknya mereka sudah sering melakukan latihan bersama dan sudah saling memahami satu sama lain.
Laga kedua mempertemukan antara Muara Putat melawan PSJM. Pemain Muara Putat yang terlihat masih dibawah umur 13 tahun tampak bersemangat sekalipun scor akhir dimenangkan oleh PSJM 4-0. 4 goal PSJM dicetak oleh Kolun 1 goal, Bayu 1 goal, Riski 1 goal dan goal terakhir merupakan hasil bunuh diri dari pemain Muara Putat. Dari dua pertandingan sore itu keluar sebagai pemenang Akas A dan PSJM. Sementara tim yang kalah tidak langsung gugur melainkan masih mempunyai satu kesempatan lagi untuk berlaga dan itu menjadi laga hidup dan mati mereka.
Setelah laga usai, panitia sibuk berberes-beres perlengkapan untuk dibawa pulang ke kantor pasir putih. Waktu itu, saya membonceng Oka membawa semua berkas bangsal cup termasuk daftar nama pencetak goal yang akan diseleksi nanti untuk menentukan siapa yang keluar sebagai top scorer bangsal cup 2019. Selain berkas, kami membawa salon, mik dan bola yang ditaruh dalam plastik besar bening. Oh ya, saya rasa perlu membahas tentang model bola yang digunakan bermain di bangsal cup ini. Menurut saya, ide Rajib –ketua panitia bangsal cup- melapis bola adalah ide unik yang baru saya jumpai. Pasalnya, di rumah tidak pernah kepikiran untuk melapis bola menggunakan bola. Kalian mengertikan? tidak menuntut untuk difahami karena bagian ini memang tidak begitu penting. Setelah saya coba, berat bola plastic itu berbeda. Terasa sedikit berat dan lumayan empuk dan tentunya, angin tidak mempengaruhi terlalu banyak laju bola di udara.
Dengan menenteng salon dan bola, kami tiba di pasir putih dengan beban moral yang sudah sedikit mengurang. Pembukaan bangsal cup tadi sekaligus menjadi awal publikasi secara masal kegiatan bangsal menggawe 2019. Strategi publikasi tentunya dengan memanfaatkan komentator mengelola momen saat masyarakat kumpul berduyun-duyun untuk menyaksikan club kesayangan mereka bermain. Pak Ahyadi-komentator bola- selain menyuarakan proses pertandingan, beliau kerap kali menyinggung tentang kegiatan bangsal menggawe yang akan menemui titik akhirnya pada tanggal 3 Maret 2019 nanti.
Laga pembukaan bangsal cup telah usai. Malamnya, kami tidak duduk melingkar seperti biasa dibundaran asap karena rata-rata kawan-kawan panitia sudah mengeluarkan cukup banyak cakra mereka mempersiapkan proses pembukaan bangsal cup. Malam itu dingin lumayan menusuk badan. Dikelas mendea, saya menyelesaikan jadwal pertandingan dan menulis daftar nama-nama pencetak goal untuk kemudian diseleksi siapa yang berhak menjadi top scorer pada penutupan nanti. Berlama-lama didepan laptop dengan tanpa cahaya lampu membuat mata saya bosan dan kantuk pun datang secara perlahan. Malam itu, semua pekerjaan sudah rampung.
Sanggar belajar & seni
Membaca, Memahami, Mengabdi
Jumat, 15 Februari 2019
Selasa, 12 Februari 2019
Bangsal Menggawe; sebuah catatan pribadi #3
Cuaca di Lombok dalam beberapa hari ini memang cukup ganas. Sejak tanggal 2 Februari 2019, saya masih mengikuti rangkaian persiapan Bangsal Cup yang merupakan bagian dari prosesi Bangsal Menggawe. Waktu itu sore yang cerah, hujan tidak turun. Saya, Oka dan Albert Rahman bergegas menuju lapangan untuk membersihkan rerumputan di area lapangan. Sebelum tiba di Lapangan, Albert lebih dahulu menyempatkan diri membeli sandal jepit di toko pinggir jalan dekat dengan Bumdes Pemenang. Waktu itu, Albert secara tidak sengaja bertemu dengan Jatul-dokter rupa- yang dalam beberapa bulan lalu pernah terlibat dalam projek bersama kawan-kawan Gubuak Kopi. Albert memilih sandal Jepit berwarna hijau dengan merek Sky Way. Seusai membeli sandal, kami pun melanjutkan perjalanan menuju lapangan. Dilokasi sudah menunggu beberapa kawan-kawan. Tanpa berdialog panjang, kami langsung mencabut rumput dengan cara manual. Awalnya, Oka ingin memakai arit atau alat pemotong rumput agar pekerjaan cepat kelar, namun jika rumput itu dicabut menggunakan arit atau alat pemotong, maka tidak bisa terpotong sampai dengan akarnya. Ketakutan Oka adalah akan lecetnya kaki para pemain bola karena mereka bermain tanpa menggunakan sepatu. Jika rumput tidak dicabut sampai akarnya, maka akan tersisa rumput yang lumayan tajam. Lahan yang akan dijadikan sebagai lapangan untuk Bangsal Cup itu bisa terlihat bersih setelah dalam tiga hari, setiap sore, mulai dari tanggal 2 Februari sampai dengan tanggal 4 Februari, kawan-kawan terjun secara kolektif mencabut rumput.
Kegiatan mencabut rumput dengan cara gotong royong itu telah mengejawantahkan gambaran sederhana makna dari bahasa kebanggan masyarakat Lombok Utara “Mempolong Merenten” (bersaudara dalam satu ikatan). Mempolong (bersaudara) dalam terminologi masyarakat pemenang, tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Bahwa persaudaraan itu bisa kita ikat dimana saja dan kapan saja.Di terminal, pantai, pelabuhan, gunung, sawah, rumah ibadah, dapur dan semua tempat yang berpotensi menjadi ruang intraksi manusia. Sewaktu pagi, senja atau pada gelapnya malam, kata Mempolong selalu siap saji untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Tidak heran kemudian, bangsal menggawe yang ke tiga ini mengangkat “Museum Tetangga” sebagai tema besar yang diniatkan bisa memantik warga untuk kembali merayakan persaudaraan mereka (mempolong merenten) dengan cara-cara sederhana. Kemunculan tema “museum tetangga” ini sebagai respon terhadap adanya keretakan hubungan sosial yang dialami secara khusus oleh masyarakat Pemenang dan masyarakat Lombok Utara secara umumnya pasca gempa yang terjadi di Pulau Lombok.
Diruang kelas sekolah Mendea, setiap malam, jika hujan turun, suara kodok saling sahut menyahut. Diruang itu saya dan Oka menyelesaikan beberapa surat untuk Bangsal Menggawe. 5 januari 2019, ganasnya cuaca di Pemenang sudah tidak bisa saya lawan dan tahan. Hujan deras dan angin kencang, mengakibatkan saya harus mengidap demam, pilek dan batuk ringan. Dari siang sampai malam, saya menutup badan dengan selimut bergaris-garis warna merah muda dan putih. Sementara saya larut dalam selimut, kawan-kawan sore itu pergi meninjau lapangan bangsal cup sembari membersihkan sisa-sisa yang belum rapi. Malamnya, niatan Oka-direktur Bangsal Menggawe- untuk ngobrol mengenai ide dari kawan-kawan seniman dan persiapan beberapa agenda yang belum kelar harus ditunda karena hujan. Malam itu, semua kawan-kawan menghabiskan waktu dengan kegiatan masing-masing. Sembari mengutak-atik handphne, Oka mengajak saya ngobrol ringan mengenai beberapa administrasi surat-menyurat yang harus segera selesai untuk besok. Surat undangan pembukaan yang ditujukan kepada polsek pemenang, camat Pemenang dan kepala dusun karang petaq. Malam itu, sembari menunggu kantuk, saya menyelesaikan surat-surat tersebut dan lalu melanjutkan catatan-catatan harian.
6 Februari 2019, jam 8.00 saya dan Oka bersiap-siap mengantar surat menuju tiga titik; Polsek Pemenang, Camat Pemenang dan rumah kepala dusun karang petaq. Dimulai dari polsek pemenang, kami langsung disambut hangat oleh pak Didit-Intel- yang waktu itu mengenakan baju kaos berkerah garis-garis. Diruangannya, kami duduk bertiga sembari berbincang-bincang mengenai persiapan bangsal menggawe dan bangsal cup. Pak Didit kemudian meminta Randown acara bangsal cup yang akan dijadikan sebagai acuan membuat surat rekomendasi izin keramain kepada polres Pemenang. Tidak lama waktu kami ngobrol, sebelum pulang, kami mengajak pak Didit untuk foto bareng sebagai bukti kegiatan. Setelah dari Polsek, agenda berikutnya kami akan menuju kantor Camat Pemenang. Namun, sebelum menuju kesana, Oka mengajak saya mencari warung makan. Jalan menuju pelabuhan bangsal, sebelah kanan jalan, sekitar 100 M sebelum pelabuhan bangsal, disana ada warung kecil yang menyediakan menu makanan sederhana. Sayangnya, waktu itu kami lupa menanyakan nama pemilik warung. Setelah menikmati sarapan dengan lauk seadanya, kami melanjutkan mengantar surat menuju kantor camat Pemenang.
Pasca gempa, wajah kantor camat Pemenang bahkan semua gedung instansi pemerintahan di Lombok Utara mengalami kehancuran. Masih terlihat tenda BNPB yang berdiri di halaman kantor camat. Kami langsung masuk ke ruangan kerja dan menanyakan keberadaan pak Camat, namun beliau masih ada urusan diluar. Surat undangan itu kemudian kami titipkan pada pegawai perempuan yang sedang sibuk mengetik. “tolong sampaikan kepada pak camat ini ada undangan pembukaan bangsal cup dari yayasan pasir putih. Bangsal cup ini bagian dari beberapa kegiatan bangsal menggawe 2019” kata Oka sembari menatap wajah staf perempuan itu. “iya, insya Allah. Pak Camat sedang ada urusan diluar” jawabnya sembari melempar senyum.
Tidak lama berbincang dengan staf kantor camat, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kepala dusun karang petaq(pak Halawi). Gang kecil menuju rumah pak kadus terletak di samping toko wakaf dusun karang petaq, sekitar 100 meter dari gang kecil itu. Waktu itu, kami tidak menjumpai pak Kadus di rumahnya dan kemudian menitip surat undangan itu kepada istrinya yang sedang mengurus anak. Tanpa berbincang, kami langsung izin pamit pulang. Keluar dari gang rumah pak kadus, kami berencana meninjau lapangan main bola yang berada di bangsal. ditengah perjalanan menuju lapangan, suara keras pak Kadus memanggil Oka yang sedang pokus menyetir motor. Saya kemudian menyuruh Oka memutar arah menuju suara pak Kadus yang ternyata sedang asik berbincang dengan beberapa warga dipinggir jalan raya menuju pelabuhan bangsal.
Seperti biasa, keramahan kadus muda itu terlihat dari senyum manis yang selalu dia dahulukan sebelum bersalaman. “mau kemana?” Tanya beliau. “barusan kami dari rumah epe(anda) mengantar surat undangan pembukaan bangsal cup” jawab oka sembari menyelipkan senyuman kecil. “oooh, maaf, saya dari jam 7 sudah nganggur disini bersama warga membicarakan bantuan dana gempa” balas pak kadus dengan nada halus penuh sesal. Sekitar 5 menit kami mengisi pertemuan itu, Oka kemudian izin pamit pulang karena ada agenda lain yang akan dikerjakan. Niatan untuk meninjau lapangan pun harus dibatalkan karena dikantor pasir putih masih butuh tenaga mempersiapkan gawang.
Tiba dikantor pasir putih, Rajib Harri-ketua panitia bangsal cup- bersama dengan Bokhari sedang sibuk mengelas gawang. Turun dari motor, saya kemudian membantu pak Bokhari mengelas gawang sementara Oka masuk keruangan kelas merapikan beberapa berkas bangsal cup. Sebelum azan Zuhur berkumandang, dua gawang yang di las sudah siap dipasangkan jarring. Setelah selesai di las, kedua gawang itu kemudian diusung ke lapangan depan kantor pasir putih. Tinggal memasang jarring, maka gawang itu sudah siap digunakan pada hari senin, tanggal 10 Februari nanti.
Siang harinya, saya, Oka, Afifah Farida Jufri(ipeh), Siba, Maria dan Harry pergi ke kawasan eko keruju’ untuk berendam sembari membuang penat. Dari kantor pasir putih menuju keruju’ dibutuhkan waktu 15 menit perjalanan. Siba dan Harry lebih dahulu berangkat, sementara kami berempat harus saling menunggu. Sampai di kerujuq, kami bertemu Siba dan Harry sedang menunggu kelapa muda yang sedang dikupas oleh seorang pengelola kawasan wisata. Dua kelapa yang dikupas itu kemudian kami nikmati bareng sembari menuju kali kerujuq yang waktu itu airnya mengalir lumayan besar karena hujan besar yang dalam beberapa minggu ini mengguyur Lombok.
kami berenam kemudian berendam bersama dengan busana yang kami kenakan. Sebelum selesai, Siba membuat menara kecil dari bebatuan yang ada dikali kerujuq. Menara yang sudah berdiri tegak itu kemudian kami jadikan media permainan, sebut saja namanya permainan lempar menara. Permainan yang tercipta secara spontanitas itu cukup mengurangi lelah kami dengan beberapa aktivitas minggu-minggu ini. Selain itu, permainan lempar menara ini melatih kepokusan kami pada titik sasaran. Menara yang sudah jadi itu kemudian kami lempar dengan batu kecil sampai roboh. Tiga menara berdiri tegak dengan jarak yang berbeda-beda. Ada yang dekat, sedang dan jauh. Si Maria, Ipeh, Siba dan saya berhasil mengenai sasaran dan merobohkan tiga menara itu dengan beberapa kali lemparan. Sementara Harry, dengan menggunakan tangan kirinya belum bisa mengenai sasaran yang pas. Sepulang dari kerujuq, diperjalanan menuju pasir putih kami diguyur hujan yang cukup besar.
Setiba di pasir putih, saya langsung mengganti baju yang basah dan kemudian membuka laptop untuk menulis nama-nama club yang sudah resmi mendaftar ditournamen bangsal cup 2019.
Kegiatan mencabut rumput dengan cara gotong royong itu telah mengejawantahkan gambaran sederhana makna dari bahasa kebanggan masyarakat Lombok Utara “Mempolong Merenten” (bersaudara dalam satu ikatan). Mempolong (bersaudara) dalam terminologi masyarakat pemenang, tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Bahwa persaudaraan itu bisa kita ikat dimana saja dan kapan saja.Di terminal, pantai, pelabuhan, gunung, sawah, rumah ibadah, dapur dan semua tempat yang berpotensi menjadi ruang intraksi manusia. Sewaktu pagi, senja atau pada gelapnya malam, kata Mempolong selalu siap saji untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Tidak heran kemudian, bangsal menggawe yang ke tiga ini mengangkat “Museum Tetangga” sebagai tema besar yang diniatkan bisa memantik warga untuk kembali merayakan persaudaraan mereka (mempolong merenten) dengan cara-cara sederhana. Kemunculan tema “museum tetangga” ini sebagai respon terhadap adanya keretakan hubungan sosial yang dialami secara khusus oleh masyarakat Pemenang dan masyarakat Lombok Utara secara umumnya pasca gempa yang terjadi di Pulau Lombok.
Diruang kelas sekolah Mendea, setiap malam, jika hujan turun, suara kodok saling sahut menyahut. Diruang itu saya dan Oka menyelesaikan beberapa surat untuk Bangsal Menggawe. 5 januari 2019, ganasnya cuaca di Pemenang sudah tidak bisa saya lawan dan tahan. Hujan deras dan angin kencang, mengakibatkan saya harus mengidap demam, pilek dan batuk ringan. Dari siang sampai malam, saya menutup badan dengan selimut bergaris-garis warna merah muda dan putih. Sementara saya larut dalam selimut, kawan-kawan sore itu pergi meninjau lapangan bangsal cup sembari membersihkan sisa-sisa yang belum rapi. Malamnya, niatan Oka-direktur Bangsal Menggawe- untuk ngobrol mengenai ide dari kawan-kawan seniman dan persiapan beberapa agenda yang belum kelar harus ditunda karena hujan. Malam itu, semua kawan-kawan menghabiskan waktu dengan kegiatan masing-masing. Sembari mengutak-atik handphne, Oka mengajak saya ngobrol ringan mengenai beberapa administrasi surat-menyurat yang harus segera selesai untuk besok. Surat undangan pembukaan yang ditujukan kepada polsek pemenang, camat Pemenang dan kepala dusun karang petaq. Malam itu, sembari menunggu kantuk, saya menyelesaikan surat-surat tersebut dan lalu melanjutkan catatan-catatan harian.
6 Februari 2019, jam 8.00 saya dan Oka bersiap-siap mengantar surat menuju tiga titik; Polsek Pemenang, Camat Pemenang dan rumah kepala dusun karang petaq. Dimulai dari polsek pemenang, kami langsung disambut hangat oleh pak Didit-Intel- yang waktu itu mengenakan baju kaos berkerah garis-garis. Diruangannya, kami duduk bertiga sembari berbincang-bincang mengenai persiapan bangsal menggawe dan bangsal cup. Pak Didit kemudian meminta Randown acara bangsal cup yang akan dijadikan sebagai acuan membuat surat rekomendasi izin keramain kepada polres Pemenang. Tidak lama waktu kami ngobrol, sebelum pulang, kami mengajak pak Didit untuk foto bareng sebagai bukti kegiatan. Setelah dari Polsek, agenda berikutnya kami akan menuju kantor Camat Pemenang. Namun, sebelum menuju kesana, Oka mengajak saya mencari warung makan. Jalan menuju pelabuhan bangsal, sebelah kanan jalan, sekitar 100 M sebelum pelabuhan bangsal, disana ada warung kecil yang menyediakan menu makanan sederhana. Sayangnya, waktu itu kami lupa menanyakan nama pemilik warung. Setelah menikmati sarapan dengan lauk seadanya, kami melanjutkan mengantar surat menuju kantor camat Pemenang.
Pasca gempa, wajah kantor camat Pemenang bahkan semua gedung instansi pemerintahan di Lombok Utara mengalami kehancuran. Masih terlihat tenda BNPB yang berdiri di halaman kantor camat. Kami langsung masuk ke ruangan kerja dan menanyakan keberadaan pak Camat, namun beliau masih ada urusan diluar. Surat undangan itu kemudian kami titipkan pada pegawai perempuan yang sedang sibuk mengetik. “tolong sampaikan kepada pak camat ini ada undangan pembukaan bangsal cup dari yayasan pasir putih. Bangsal cup ini bagian dari beberapa kegiatan bangsal menggawe 2019” kata Oka sembari menatap wajah staf perempuan itu. “iya, insya Allah. Pak Camat sedang ada urusan diluar” jawabnya sembari melempar senyum.
Tidak lama berbincang dengan staf kantor camat, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kepala dusun karang petaq(pak Halawi). Gang kecil menuju rumah pak kadus terletak di samping toko wakaf dusun karang petaq, sekitar 100 meter dari gang kecil itu. Waktu itu, kami tidak menjumpai pak Kadus di rumahnya dan kemudian menitip surat undangan itu kepada istrinya yang sedang mengurus anak. Tanpa berbincang, kami langsung izin pamit pulang. Keluar dari gang rumah pak kadus, kami berencana meninjau lapangan main bola yang berada di bangsal. ditengah perjalanan menuju lapangan, suara keras pak Kadus memanggil Oka yang sedang pokus menyetir motor. Saya kemudian menyuruh Oka memutar arah menuju suara pak Kadus yang ternyata sedang asik berbincang dengan beberapa warga dipinggir jalan raya menuju pelabuhan bangsal.
Seperti biasa, keramahan kadus muda itu terlihat dari senyum manis yang selalu dia dahulukan sebelum bersalaman. “mau kemana?” Tanya beliau. “barusan kami dari rumah epe(anda) mengantar surat undangan pembukaan bangsal cup” jawab oka sembari menyelipkan senyuman kecil. “oooh, maaf, saya dari jam 7 sudah nganggur disini bersama warga membicarakan bantuan dana gempa” balas pak kadus dengan nada halus penuh sesal. Sekitar 5 menit kami mengisi pertemuan itu, Oka kemudian izin pamit pulang karena ada agenda lain yang akan dikerjakan. Niatan untuk meninjau lapangan pun harus dibatalkan karena dikantor pasir putih masih butuh tenaga mempersiapkan gawang.
Tiba dikantor pasir putih, Rajib Harri-ketua panitia bangsal cup- bersama dengan Bokhari sedang sibuk mengelas gawang. Turun dari motor, saya kemudian membantu pak Bokhari mengelas gawang sementara Oka masuk keruangan kelas merapikan beberapa berkas bangsal cup. Sebelum azan Zuhur berkumandang, dua gawang yang di las sudah siap dipasangkan jarring. Setelah selesai di las, kedua gawang itu kemudian diusung ke lapangan depan kantor pasir putih. Tinggal memasang jarring, maka gawang itu sudah siap digunakan pada hari senin, tanggal 10 Februari nanti.
Siang harinya, saya, Oka, Afifah Farida Jufri(ipeh), Siba, Maria dan Harry pergi ke kawasan eko keruju’ untuk berendam sembari membuang penat. Dari kantor pasir putih menuju keruju’ dibutuhkan waktu 15 menit perjalanan. Siba dan Harry lebih dahulu berangkat, sementara kami berempat harus saling menunggu. Sampai di kerujuq, kami bertemu Siba dan Harry sedang menunggu kelapa muda yang sedang dikupas oleh seorang pengelola kawasan wisata. Dua kelapa yang dikupas itu kemudian kami nikmati bareng sembari menuju kali kerujuq yang waktu itu airnya mengalir lumayan besar karena hujan besar yang dalam beberapa minggu ini mengguyur Lombok.
kami berenam kemudian berendam bersama dengan busana yang kami kenakan. Sebelum selesai, Siba membuat menara kecil dari bebatuan yang ada dikali kerujuq. Menara yang sudah berdiri tegak itu kemudian kami jadikan media permainan, sebut saja namanya permainan lempar menara. Permainan yang tercipta secara spontanitas itu cukup mengurangi lelah kami dengan beberapa aktivitas minggu-minggu ini. Selain itu, permainan lempar menara ini melatih kepokusan kami pada titik sasaran. Menara yang sudah jadi itu kemudian kami lempar dengan batu kecil sampai roboh. Tiga menara berdiri tegak dengan jarak yang berbeda-beda. Ada yang dekat, sedang dan jauh. Si Maria, Ipeh, Siba dan saya berhasil mengenai sasaran dan merobohkan tiga menara itu dengan beberapa kali lemparan. Sementara Harry, dengan menggunakan tangan kirinya belum bisa mengenai sasaran yang pas. Sepulang dari kerujuq, diperjalanan menuju pasir putih kami diguyur hujan yang cukup besar.
Setiba di pasir putih, saya langsung mengganti baju yang basah dan kemudian membuka laptop untuk menulis nama-nama club yang sudah resmi mendaftar ditournamen bangsal cup 2019.
Selasa, 05 Februari 2019
Bangsal Menggawe; Sebuah catatan pribadi #2
Kamis, 31 Januari 2019 setelah berdiskusi semalaman bersama kawan-kawan pasir putih mengenai persiapan Bangsal Menggawe, pagi-pagi sekali, beberapa kawan-kawan mengunjungi pawang rinjani untuk mengambil bambu dan atap yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan dapur. Oka, Izom dan Oji boncengan tiga memakai motor Thunder berwarna biru. Sedang saya membonceng Hatif. Sekitar 50 menit perjalanan, kami pun sampai di barak hijau markas pawang rinjani. Seperti pengalaman sebelum-sebelumnya, markas pawang rinjani masih kental dengan aroma hutan. Kayu-kayu sengon besar berdiri tegak diatas tanah yang luasnya kurang lebih 10 are. Kata ciki, sewaktu memberikan materi tentang konservasi air, bahwa pohon itu bisa menampung air dengan jumlah besar dan itu kemudian diolah menjadi oksigen. Makanya, satu pohon yang kita tanam akan menghidupi dua nyawa manusia. Karena Lombok dalam beberapa minggu ini diguyur hujan besar dan angin kencang, maka pemandangan halaman pawang rinjani terlihat sedikit berantakan. Daun dan ranting pohon berserakan tidak karuan. Lima menit setelah kedatangan kami berlima di pawang rinjani, Gazali dan Anggra pun datang. Tidak ada obrolan waktu itu, setiba disana, Oka langsung mengarahkan semua kawan-kawan untuk mengangkat bambu dan atap ke atas mobil.
Bambu dan atap sudah siap dibawa ke kantor pasir putih. Waktu pulang, saya dibonceng Oka karena Hatif menemani supir pick up yang tidak tau arah ke pasir putih. Setiba di pemenang, bambu dan atap itu diturunkan dipinggir jalan depan SD karena pick up tidak bisa masuk ke halaman kantor pasir putih. setelah beberapa menit istirahat, kawan-kawan pun mulai mengangkat bambu dan atap menuju halaman kantor. Ada 30 biji bambu yang kami bawa dari pawang rinjani, itupun tidak semuanya terpakai karena ada bambu yang bengkok dan tidak layak pakai. Sebelum sore, semua bambu dan atap sudah berhasil diangkat. Tidak seperti biasanya, sore itu cuaca sangat cerah. Padahal sebelumnya, sore selalu diguyur hujan. Saat hujan turun, kantor pasir putih selalu kebanjiran karena tidak kuatnya tanah menyerap air. Sore itu, saya, oji, izom dan ciki merampungkan kerangka dapur sementara Anggra, Siba dan Gozali menuju rumah Maestro Rudat pak Zakaria untuk membahas senam rudat yang akan dijadikan bagian dari kegiatan bangsal menggawe.
Dimulai dengan mengukur luas lahan yang akan dijadikan dapur kemudian menggali lubang sebagai tiang dapur dan terakhir menaruh talang-talang yang berguna sebagai penopang atap dapur. Luas dapur yang kami buat kurang lebih 4x3 dengan luas 4 meter dan panjang 3 meter. Untuk tiang dapur, izom dan saya menggali 4 lubang yang kemudian disetiap lubang itu ditaruhkan bambu sebagai tiang yang akan menopang kuatnya dapur. Bambu yang dipilih menjadi tiang itu pun harus yang lebih besar dan lebih kuat. Tiang didepan itu haruslah lebih tinggi dibanding tiang yang dibelakang karena jika hujan turun, maka air hujan akan mengalir dari tiang belakang dikarenakan posisinya lebih rendah dibanding tiang depan. Kemudian setelah tiang sudah jadi, oji kemudian memaku beberapa talang. Sembari memaku, sesekali ciki mengajak kami untuk bercanda. Ciki yang dikenal dengan bahasa perasaannya, sore itu terlihat sangat cair dan lepas. Sesekali dia meledek izom yang kadang-kadang tidak bisa memaku. Lalu, setelah tiang dan beberapa talangnya sudah jadi, kami pun beristirahat dan ngopi ditaman bundar asap. Saya menyebutnya taman bundar asap karena ditaman itu ada bundaran yang hampir setiap sore-jika tidak hujan- dan malam selalu dibakar kayu. Adalah ciki yang mengawali ritual pembakaran itu. Katanya, asap bisa menunda hujan turun. Entah teori apa yang dia baca, yang jelas, ciki selalu punya alasan melalui perspektif kebudayaan. Ditengah-tengah istirahat kami, 20 menit sebelum azan Magrib tiba, saya duduk disampingnya ciki. Dia kemudian memulai obrolan pendek dengan mengatakan “bahwa antara agama dan budaya itu saling berkaitan”. Bagaimana mungkin agama itu bisa berkembang dan meluas tanpa adanya peran kebudayaan? Waktu itu, saya hanya bisa mengangguk dan mengiyakan semua ucapannya. Bagi saya, memang benar apa yang diucapkan ciki bahwa agama dan kebudayaan seharusnya saling kait mengkait satu sama lain. Tentunya, budaya yang kemudian tidak keluar dari norma-norma agama, budaya yang bisa diterima oleh akal sehat manusia bukan sebaliknya.
Azan magrib terdengar, cuaca berubah agak sedikit dingin. Belum usai ciki berbicara, saya izin terlebih dahulu untuk mengerjakan shalat magrib.Kamar mandi pasir putih pasca gempa sangatlah sederhana. Hanya ada ember dan selang. Kamar mandi darurat yang terbuat dari triplek dan usuk itu mempunyai dua ruangan. Didepan kamar mandi, ada bekas jejak laboratorium sekolah mendea-sekolah pertanian- yang digagas oleh pasir putih, aksara tani dan sayuran kita. Sementara didepan sebelah barat kamar mandi, ada taman sayur pasir putih. Ada banyak sayuran yang ditanam disana, komak, tangon, pakcoy, terong, tomat, kangkung dan sebagainya. Taman sayur itu cukup mengirit perekonomian kawan-kawan pasir putih selama ini.
Setelah shalat magrib, saya membuka laptop dan membuat beberapa surat untuk persiapan bangsal menggawe. Malam itu, hanya dua surat yang diperlukan untuk besok. Pertama surat undangan tournament bangsal cup, kedua surat izin lokasi ke kepala desa pemenang timur. Surat undangan tournament, paginya, jum’at 1 Februari 2019 dihantar oleh Rajib-ketua panitia bangsal cup- ditemani saudara Izom. Sementara saya, Ipeh, Oka dan Anggra menuju kantor desa Pemenang Timur untuk mengantar surat izin penggunaan lokasi. Surat izin penggunaan lokasi itu dibuat karena sebelumnya kami mendengar dari kepala dusun karang petaq-pak halawi- bahwa lahan yang akan dijadikan lapangan itu milik pemda Lombok Utara. Beliau –pak Halawi- kemudian menyarankan kami untuk membuat surat izin penggunaan lokasi yang ditujukan ke kantor desa dan tembusannya langsung ke Camat Pemenang.
Setiba di kantor desa Pemenang Timur, lagi-lagi kami bertemu dengan pak Halawi. Seperti biasa, gaya pak kadus muda ini selalu ceria dan banyak pertanyaan. Tidak ada kepala desa yang kami temukan namun pak sekdes-sekretaris desa- mau menemui kami dan sedikit berdialog mengenai bangsal cup. Surat izin itu kemudian dibaca oleh pak sekdes dan beliau pun langsung menuliskan surat balasan untuk diberikan ke kapolsek pemenang dan menjadi pegangan kami. Ruangan yang kami tempati itu dipenuhi sembakau-sembakau sumbangan gempa. Saya heran, kenapa masih ada banyak sembakau di kantor desa Pemenang. Keheranan itu pun saya utarakan ke Oka untuk ditanyakan langsung nanti ke pak sekdes atau bapak-bapak kadus. Karena waktu itu, pak halawi dan pak sekdes meninggalkan kami guna membuat surat balasan dan menangani urusan-urusan lain.
Setelah pak halawi datang sembari membawa surat balasan itu, Oka kemudian mempertanyakan banyaknya sembakau yang belum tersalurkan itu. Tidak ada jawaban dari pak halawi kecuali senyuman yang tergoret malu dari bibirnya. Kami tidak ingin memperpanjang urusan ini, akhirnya, Oka menanyakan hal lain. “Kenapa epe-anda- tidak merokok, pak?” Tanya Oka. “saya dulu merokok, pas umur 15 tahun. Tapi sempat sakit akibat rokok makanya saya berhenti merokok sampai sekarang” jawab pak Halawy sembari memukul-mukul ringan pundak si Oka. Setelah surat balasan itu diberikan oleh Pak Halawi, kami pun meminta izin untuk pulang karena akan menyiapkan beberapa hal mengenai bangsal menggawe.
Keluar dari kantor desa, Ipeh kemudian memberitahu kami bahwa Dani dan Zikri sudah sampai bangsal, keberangkatan dari Jakarta menuju Lombok. Kedatangan kawan-kawan Jakarta ini untuk ikut terlibat di kegiatan Bangsal Menggawe. Saya dan Oka pun bergegas menuju bangsal sementara Ipeh dan Anggra terpaksa harus jalan kaki dari kantor desa Pemenang Timur sampai pasir putih. Setiba di Bangsal, tidak ada tanda-tanda kedatangan si Zikri dan Hamdani. Saya dan Oka lumayan lama menunggu kabar dari mereka. Kemudian disela-sela menunggu, datanglah pula bang Imron dengan tujuan yang sama. Sekitar kurang lebih 50 menit kami menunggu, Dani dan Zikri tiba di pelabuhan bangsal. Zikri dibonceng bang Imron sementara Dani dibonceng Oka. Saya waktu itu hanya membawa tasnya zikri yang berwarna hijau. Setelah jum’at barulah kemudian si Maria, Datuak dan Duha tiba di Pasir putih.
Sore harinya, kami kemudian melanjutkan kegiatan latihan senam rudat yang dipimpin langsung oleh pak Zakaria. Pak Zakaria adalah Maestro rudat yang berasal dari Terengan, Lombok Utara. Latihan itu berlangsung dihalaman pasir putih. Sementara yang lain sibuk latihan senam rudat, disebelah kiri, bang ciki, oji dan amaq cung sedang sibuk memasang atap untuk dapur. Sore itu, ada dua kegiatan dalam satu lokasi. Latihan senam rudat dan pemasangan atap dapur. Belum juga selesai latihan senam rudat, Imran menyuruh saya untuk menjemput Ipeh yang waktu itu sedang menjaga Zikri di puskesmas. Saya dan Imran pun berangkat menuju puskesmas, setiba disana, Ipeh mengurus administrasi dan kemudian kami pulang. Zikri dengan Imran sementara saya dengan Ipeh.
Setiba di pasir putih, latihan senam sudah selesai. Sementara dapur sudah akan jadi. Tinggal beberapa atap yang belum terpasang. Sembari menunggu magrib, saya melihat cara amaq Cung memasang atap dapur. Atap dapur yang amaq Cung pasang itu terbuat dari daun kelapa yang diulat-dirangkai-. Mula-mula, atap itu disusun rapi sampai tidak memungkinkan air masuk. Setelah beberapa atap disusun, maka mulailah memaku atap yang sudah dianggap rapi. Paku yang digunakan itu pun tidak besar-besar sekali, karena jika terlalu besar, maka atap itu akan robek dan bisa jadi, bambu yang menjadi talangnya juga robek. Setelah beberapa menit memperhatikan, atap dapur itu pun jadi, tinggal membuat pagarnya yang berguna menghalangi air yang datang dari samping-kampes-.
Rabu, 30 Januari 2019
Bangsal Menggawe; Sebuah catatan pribadi
Rabu,
30 Januari 2019 di kantor pasir putih, tepat didepan Gor bulutangkis Pemenang,
kawan-kawan pasir putih dan tim kerja “Bangsal Menggawe” kembali duduk rapat koordinasi ditaman bundar
depan Campcraft ; perumahan yang terbuat dari kayu dengan model segitiga. Taman
bundar hasil sentuhan tangan bang pramoehardi dan kawan-kawan Pawang Rinjani ini
kemudian menjadi penentu dari rangkaian kegiatan ‘Bangsal Menggawe 2019’ karena
disanalah ide dan gagasan kawan-kawan Pasir Putih dan partisipan Bangsal
Menggawe dibicarakan dan dibingkai. Bangsal Menggawe bagi masyarakat Lombok
Utara, khususnya warga Pemenang, adalah
merupakan kegiatan yang menjadi wadah warga mengekspresikan hak-hak
kultural mereka. Sebagai wadah bagi masyarakat, maka keberadaan Bangsal
Menggawe pun tidak bisa terlepaskan dari keberadaan warga Pemenang. Oleh karena
itu, Bangsal Menggawe bukanlah ajang pesta rakyat yang tidak memiliki value
melainkan pesta rakyat yang berkeadaban dan berperadaban.
Tahun
ini, Pasir Putih mengangkat “Museum Tetangga” sebagai tema besar pagelaran
Bangsal Menggawe yang ke tiga. Tema ‘Museum Tetangga’ ini diniatkan sebagai
respon terhadap persoalan sosial yang sempat retak pasca gempa yang terjadi di
Lombok. Kata siba “Tetangga adalah orang menyebalkan pertama yang kita temui
sekaligus menjadi penolong pertama ketika kita membutuhkan bantuan”. Dua peran
kontras yang dimiliki tetangga itu kemudian patut dijadikan kajian dengan
pendekatan seni budaya untuk menelisik keberadaan masyarakat dan pengaruhnya
dalam kehidupan.
Sebelum
memulai obrolan, pasir putih kedatangan tamu salah seorang musisi muda dan
musisi senior, Yuga dan kang Ake. Suasana terasa mencair saat kang Ake dan Yuga
sahut menyahut saling membagi cerita tentang pengalaman hidup. Saat keduanya
memutuskan untuk beranjak dari taman bundar, Muhammad Rusli pun memulai rapat
koordinasi persiapan Bangsal Menggawe 2019. Rapat malam ini terasa lebih hidup
karena salah satu seniman utusan Forum Lenteng sedari siang tadi sudah sampai
di pasir putih dan mengikuti rapat koordinasi, namanya Anggra. Di Bangsal
Menggawe ini, Anggra akan menulis narasi-narasi sederhana yang berkaitan dengan
proses Bangsal Menggawe. Dalam sepatah dua patah kata sambutannya, Anggra
menginginkan adanya teman kerja menulis. Sebetulnya, ijtihad dan pakhrul yani
yang akan mendampingi Anggra namun karena keduanya tidak ikut rapat maka, belum
dipastikan siapa yang akan mendampinginya.
Akan
banyak kegiatan di Bangsal Menggawe ke tiga ini, salah satunya adalah Bangsal
Cup. Bangsal Cup adalah ajang penseleksian pemain sepak bola Pemenang. Untuk
tahun ini, Bangsal Cup ditangani oleh Rajib salah satu pesepak bola pantai yang
berasal dari Gili Meno. Semalam, Rajib memaparkan beberapa kendala
penyelenggaraan Bangsal Cup salah satunya adalah tentang lapangan. Ada dua opsi
yang kemudian ditawarkan oleh Oka untuk lapangan; pertama di pesisir pantai,
kedua di sawah dekat kantor KUA Bangsal.
Sebelum
malam rapat koordinasi ini, siangnya itu, saya, Ipeh dan Oka sudah mengunjungi
kadus Karang Petaq, Desa Pemenang Timur untuk mencari tahu pemilik dari sawah yang
berada disamping kantor KUA itu. Setelah bertemu dengan kadus Karang Petak,
kami mendapatkan kabar bahwa sawah itu ternyata milik pemerintah daerah Lombok
Utara. Sambil mengorek informasi, pak kadus yang masih tergolong muda itu pun
kemudian banyak bercerita tentang pengalamannya menjadi kepala dusun diusia
yang relatif masih muda. Setelah banyak bercerita, kami pun kemudian memutuskan
untuk pamitan pulang karena harus menyelesaikan persiapan Bangsal Menggawe.
pesisir
pantai bangsal yang diharapkan menjadi lapangan sepak bola ternyata awalnya
dianggap tidak masuk dalam kriteria lapangan yang ideal karena selain adanya
banyak sampah, sekitaran pesisir pantai Bangsal ternyata mengalami kerusakan
yang diakibatkan karena hujan dan angin kencang yang dalam beberapa minggu ini
terjadi di Lombok. Setelah menelusuri beberapa lokasi pesisir, akhirnya
diputuskanlah depan vila menjadi lapangan sepak bola pantai. Namun, untuk
mengantisipasi terjadinya ombak besar yang bisa mengakibatkan lapangan di
pesisir pantai itu tidak layak pakai maka, Muhammad Rusli yang biasa dipanggil
Oka selaku direktur Bangsal Menggawe menyarankan agar sawah yang berada
disamping kantor KUA itu dijadikan lapangan persiapan.
Malam
itu dingin lumayan menyengat, setelah banyak ngobrol, akhirnya rapat itu
diakhiri dengan beberapa kesepakatan. Pertama, menyiapkan surat undangan untuk
kepanitiaan dan surat izin lokasi. Kedua, mengambil bambu di barak hijau markas
Pawang Rinjani sebagai bahan pembuatan dapur dan tempat duduk.
Jumat, 04 Januari 2019
Sekolah mendea : Belajar ke warga.
Materi sekolah mendea hari ini ialah analisis problematika pertanian. Muhammad Sibawaihi yang akrab dipanggil Siba dari Minggu yang lalu menyuruh semua partisipan untuk turun kemasyarakat (petani atau yang berhubungan dengan itu) guna mewawancarai mereka tentang persoalan yang selama ini mereka rasakan. Minggu lalu, kami mewancarai pak Herman dan haji sahuni. Pak Herman yang waktu itu kebetulan sedang bertamu ke rumah H. Sahuni menceritakan banyak hal tentang pengalamannya bergelut dengan pertanian. Sebelum bercerita, tentu, seperti biasanya kami disuguhkan kacang, rokok dan kopi oleh tuan rumah(h.sahuni). Sembari menikmati kacang dan pemandangan sapi yang berkeliaran disamping kami, pak Herman kemudian memulai ceritanya.
"Dulu, sekitar tahun 2006-2007 saya pernah menyewa lahan sebesar 35 are yang saya gunakan untuk menanam padi dan kacang. Saya bertani tidak untuk dijual melainkan untuk konsumsi keluarga" katanya sembari mengelupas kulit kacang yang memanggil tangan saya untuk ikut mengelupasnya.
"Lalu, apa yang membuat bapak berhenti bertani?" Tanya Ibnu dengan sedikit senyum khasnya sembari menyeruput kopi hitam.
"Permasalahan yang saya rasakan-dan mungkin dirasakan oleh petani-petani yang lain- ialah tersendatnya sistem irigasi, banyaknya bangunan disekitaran sawah yang membuat petani harus menjual tanahnya demi terwujudnya pembangunan dan terakhir ialah banyaknya hewan ternak yang berkeliaran disini" dia menjawab dengan memelas wajah.
Tentu, selain masalah pertanian, h.sahuni banyak cerita tentang masa-masa dipondok-itu tidak saya tulis-. Seusai diceritakan, kami kemudian sedikit memahami permasalahan yang dihadapi oleh petani di dusun karang subagan ini yaitu irigasi.
Keyakinan kami tentang masalah irigasi ini semakin menguat setelah tadi pagi kembali menemui salah seorang petani yang berasal dari dusun tebango namanya pak Musti Alam. Beliau berumur 80 tahun dan setengah umurnya dihabiskan menjadi petani. Pak Musti alam menuturkan bahwa, persoalan mendasar pertanian khususnya di dusun karang subagan, kecamatan pemenang ialah kekurangan air. Kekurangan itu disebabkan karena saluran irigasi tersendat diakibatkan oleh penumpukan sampah dan pembagian air yang tidak merata. Persoalan sampah memang menjadi persoalan yang menghantui semua desa, daerah bahkan dunia. Tidak mudah menanggulangi isu sampah ini jika belum terbangun kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat untuk sedikit menanggulangi penumpukan sampah.
Selain sampah, yang menarik untuk dibahas ialah ketidak merataan pembagian air. Kata pak Musti Alam, sebetulnya yang mengatur tentang pembagian air ini ialah pekasih namun karena pekasih tidak berjalan maka, petani yang didepan seenaknya mengambil air untuk lahan mereka tanpa memikirkan nasip petani yang berada di belakang.
Hujan kemudian turun setitik-titik, pertemuan itu diakhiri dengan pesan pak Musti Alam bahwa menjadi petani adalah profesi saya sejak dewasa dan dari profesi ini saya menikmati nasi tanpa harus membeli.
"Dulu, sekitar tahun 2006-2007 saya pernah menyewa lahan sebesar 35 are yang saya gunakan untuk menanam padi dan kacang. Saya bertani tidak untuk dijual melainkan untuk konsumsi keluarga" katanya sembari mengelupas kulit kacang yang memanggil tangan saya untuk ikut mengelupasnya.
"Lalu, apa yang membuat bapak berhenti bertani?" Tanya Ibnu dengan sedikit senyum khasnya sembari menyeruput kopi hitam.
"Permasalahan yang saya rasakan-dan mungkin dirasakan oleh petani-petani yang lain- ialah tersendatnya sistem irigasi, banyaknya bangunan disekitaran sawah yang membuat petani harus menjual tanahnya demi terwujudnya pembangunan dan terakhir ialah banyaknya hewan ternak yang berkeliaran disini" dia menjawab dengan memelas wajah.
Tentu, selain masalah pertanian, h.sahuni banyak cerita tentang masa-masa dipondok-itu tidak saya tulis-. Seusai diceritakan, kami kemudian sedikit memahami permasalahan yang dihadapi oleh petani di dusun karang subagan ini yaitu irigasi.
Keyakinan kami tentang masalah irigasi ini semakin menguat setelah tadi pagi kembali menemui salah seorang petani yang berasal dari dusun tebango namanya pak Musti Alam. Beliau berumur 80 tahun dan setengah umurnya dihabiskan menjadi petani. Pak Musti alam menuturkan bahwa, persoalan mendasar pertanian khususnya di dusun karang subagan, kecamatan pemenang ialah kekurangan air. Kekurangan itu disebabkan karena saluran irigasi tersendat diakibatkan oleh penumpukan sampah dan pembagian air yang tidak merata. Persoalan sampah memang menjadi persoalan yang menghantui semua desa, daerah bahkan dunia. Tidak mudah menanggulangi isu sampah ini jika belum terbangun kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat untuk sedikit menanggulangi penumpukan sampah.
Selain sampah, yang menarik untuk dibahas ialah ketidak merataan pembagian air. Kata pak Musti Alam, sebetulnya yang mengatur tentang pembagian air ini ialah pekasih namun karena pekasih tidak berjalan maka, petani yang didepan seenaknya mengambil air untuk lahan mereka tanpa memikirkan nasip petani yang berada di belakang.
Hujan kemudian turun setitik-titik, pertemuan itu diakhiri dengan pesan pak Musti Alam bahwa menjadi petani adalah profesi saya sejak dewasa dan dari profesi ini saya menikmati nasi tanpa harus membeli.
Kamis, 03 Januari 2019
Sekolah mendea: sejarah pertanian dan revolusi hijau
pertemuan Sekolah Mendea yang kedua, Afifah Farida yang akrab dengan panggilan si Ipeh menyampaikan materi tentang sejarah pertanian dan pengenalan tentang tanaman. Seperti pertemuan pertama, suasana belajar dalam kelas sangat lepas. Roko’ dan kopi selalu menemani setiap obrolan kecil kami. Si Ipeh selalu menekankan kesetaraan antara guru dan murid. Kesetaraan berpendapat, memberi masukan sampai dengan bercerita. Ipeh, perempuan kelahiran Pekanbaru itu kemudian menyampaikan pada kami tentang sejarah munculnya pertanian.
Awal kisah, manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang paling sempurna. Dia diberikan akal yang kemudian bisa menjadi media manusia untuk memilah-milah antara yang baik dan yang buruk. Manusia kemudian diberikan kekuatan untuk mengekspresikan perasaan mereka secara sempurna. Sehingga, untuk mempertahankan hidup, manusia kemudian berburu; makanan dan binatang. Dari hasil berburu binatang dan biji-bijian itu, lahirlah kemudian pemikiran untuk mengembangbiakan binatang dan tumbuhan. Bisa dikatakan bahwa, sejarah pertanian itu latar belakangnya mirip dengan sejarah peternakan. Biji-bijian yang diperoleh kemudian diolah oleh kaum perempuan. Perempuan mulai bereksperimen menanam biji-bijian yang akan menjadi cikal bakal ilmu pertanian. Peran perempuan kemudian semakin dikesampingkan karena naluri laki-laki yang katanya “menjaga” sedangkan perempuan itu “pengasih” kemudian mengambil peran perempuan dengan dalih menjaga mereka agar tidak kelelahan mengurus keperluan keluarga dan fokus mengasihi anak-anak.
Dalam sejarah, sekitaran 9000 SM pada zaman Mesoptamia manusia bertani tidak pada lahan yang tetap dikarenakan mereka hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain (nomaden). Masa ini boleh dibilang masa domestikasi dan seleksi tumbuhan. Untuk mendapat lahan, manusia menebang hutan. Baru pada sekitaran 8000 SM, manusia bertani lebih lama diladang yang tetap. Lokasi awal yaitu di hilal subur (bulan sabit subur), disekitaran sungai nil, Tigris, Eufrat, Lundus dan Asia Barat. Untuk memenuhi kebutuhan makan keluarga, manusia kemudian memanfaatkan pekarangan rumah dan barulah muncul kemudian jenis-jenis tanaman yang bernilai ekonomis. Sedangkan pertanian Modern sejatinya manusia temukan sekitaran 4000 SM ditandai dengan penemuan teknologi pertanian awal seperti irigasi dan persilangan. Sejarah pertanian telah memberikan pada kita gambaran yang utuh akan eksistensi petani dari zaman ke zaman. Setidaknya, jika diringkas, ada tiga fase yang dilewati; 1. fase ladang tidak menetap (berpindah), 2. Fase Ladang menetap 3. Fase pertanian modern.
Selain membahas sejarah pertanian, saya merasa perlu membahas juga tentang kata pertanian dari perspektif ilmu bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, pertanian disebut dengan الفلاّح. Kata الفلاّح ini serumpun dengan kata الفلاح (dengan tanpa tasdid). Kedua kata ini hanya dibedakan dengan “lam tasdid” yang menyebabkan makna keduanya sangat terpaut jauh. الفلاّح (dengan tasdid) artinya ‘petani’ sedangkan الفلاح (tanpa tasdid) artinya kemenangan/kesejahteraan. Makna kemenangan itu biasa kita jumpai ketika membaca arti dari redaksi azan حيّ على الفلاح artinya: ‘marilah menuju kemenangan’. Kata الفلاّح yang berarti petani itu diserap dari akar kata الفلح yang mempunyai salah satu makna “membelah tanah”. Jadi, petani jika ditinjau dari ilmu bahasa arab itu ialah seorang yang menggarap tanah untuk ditanami biji-bijian. Profesi bertani sejatinya adalah profesi yang harus digeluti oleh setiap individu karena itu demi memenuhi kebutuhan hidup mereka agar lebih sejahtera. Sejatinya, kegiatan bertani itu, selain untuk memenuhi kebutuhan pangan juga untuk menjaga keseimbangan alam. Sehinga bertani tidak hanya soal memenuhi makan tapi melampaui itu.
Suasana kelas masih sama, lepas dan asik. Ditengah penyampaian materi sejarah pertanian, Ipeh sempat menyinggung masalah “Revolusi Hijau (green revolution)”. Saya pribadi yang berangkat dari anak bahasa Arab sejujurnya, baru pertama kali mendengar istilah revolusi hijau. Kalau ditelisik dari bahasanya, awalnya, saya mengira bahwa revolusi hijau ini semacam gerakan perubahan penghijauan yang memakai baju hijau. Setelah dijelaskan lebih detail, ternyata revolusi hijau adalah gerakan yang berhajat untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Adalah si Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang pertama kali memperkenalkan gagasan tentang revolusi hijau. Malthus meyakini bahwa perkembangan manusia tidak sejalan dengan perkembangan produksi pangan. Oleh karena itu, kemiskinan pun melanda beberapa Negara-negara berkembang semisal Filipina, Thailand, india dan Indonesia. Manusia sebagai makhluk paripurna dan paling istimewa dibanding makhluk-makhluk lainnya, mengalami perkembangan yang begitu cepat. Perkembangan manusia yang begitu cepat kemudian tidak diikuti oleh produksi pangan secara kuantitas. Secara sederhana, dalam satu keluarga saja bisa terdiri sekurang-kurangnya dari 3 jiwa sampai 15 jiwa Tentunya, semua individu dalam keluarga tersebut membutuhkan makan sementara jumlah produksi pangan selalu bergerak seperti deret aritmatika sedangkan manusia berkembang seperti deret geometri. Dalam bahasa yang lebih sederhana, produksi pangan selalu dibawah laju perkembangan jumlah manusia.
Mengutip pendapat Tejoyuwono Notohadiprawiro dalam makalahnya “Revolusi Hijau Dan Konservasi Tanah” beliau mengungkapkan bahwa, menjelang tutup abad XX keadaan pangan dunia sangat memperhatinkan. Produksi pangan tidak merata dan lebih dikuasai oleh negara-negara maju. Hampir seperempat penduduk dunia setiap hari berangkat tidur dengan perut kosong, sedangkan seperdelapan manusia menguasai hampir 80% kekayaan dunia. Karena melihat fenomena semacam ini, gagasan tentang revolusi hijau kemudian dimunculkan yang dianggap sebagai solusi untuk mengentaskan masalah ketidakmerataan pangan yang dialami oleh negara-negara berkembang.
Saya menangkap bahwa gagasan revolusi hijau ini kemudian menjadi cikal bakal berpindahnya budaya bertani tradisional menuju budaya bertani modern. Budaya bertani modern tidak terlalu menekankan pada lahan yang akan digarap melainkan terus mengembangkan teknologi pertanian yang bisa menjawab persoalan-persoalan terkini mengenai pertanian. Perpindahan budaya bertani dari tradisional ke arah yang lebih modern ini tentunya mempunyai dampak yang positif sekaligus dampak yang negatif terhadap petani secara khusus, masyarakat dan alam. Oleh karena itu, revolusi hijau ini disambut baik oleh sebagian pakar dan dikritisi oleh sebagian pakar lainnya.
Gagasan revolusi hijau ini kemudian menjadi perbincangan hangat diantara beberapa tokoh. Sebagian mereka ada yang mengamini gagasan ini karena meyakini bahwa revolusi hijau ini bisa menjadi strategi yang tepat bagi pengaman pangan (food security).sementara kalangan yang menolak gagasan ini menganggap bahwa revolusi hijau hanya mementingkan terpenuhinya produksi pangan tanpa menimbang kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh kebanyakan zat kimia yang terkandung dalam pupuk, pestisida dan yang lainnya. Dr. Borlaug adalah pencipta varietas unggul gandum. Beliau mengamini revolusi hijau karena menganggap bahwa yang terpenting dalam pertanian ialah peningkatan produksi total nasional yang menyediakan bagi konsumen bahan pangan lebih banyak dan lebih murah.
Von uexkull (1992) dalam makalahnya Tejoyuwono mengungkapkan bahwa penggunaan pupuk secara keliru bisa merusak lingkungan. Penggunaan nitrogen secara berlebihan juga bisa mencemarkan air tanah. Penggunaan nitrogen yang timpang, akan mempercepat pengurasan unsur hara lain dalam tanah dan dapat menyebabkan pemasaman tanah. Penggunaan nitrogen berlebihan dan fosfat secara keliru dapat menimbulkan eutrofikasi badan-badan air.
Jika diamati dari bahasa si Uexkull, dia sesungguhnya ingin mengatakan bahwa revolusi hijau itu sedang membangun pondasi kerusakan ekosistem yang berbahaya dengan banyaknya melibatkan zat kimia yang tidak terkontrol demi percepatan produksi pangan semata dengan dalih mengembangakan ekonomi yang sesungguhnya itu semu.
Dalam bahasan agama, setiap gerakan apapun harus dipikirkan terlebih dahulu kadar kebermanfaatannya pada masyarakat dan sekaligus dampak negatifnya. Tidak bisa dipandang sebelah mata bahwa, keberadaan revolusi hijau ini telah menyumbang pengaruh besar terhadap kemudahan dan percepatan dalam sektor pertanian. Tetapi juga bagaimana mengakali agar ekosistem tetap terjaga karena menjaga ekosistem adalah tugas kita bersama. Solusi yang bisa dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan menurut Ipeh ialah dengan menciptakan daulat pangan dalam masing-masing keluarga. Artinya, jika setiap keluarga itu mengusahakan untuk memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan bertani maka, setidaknya dia bisa mengurangi beban perekonomian dan lebih mandiri dalam mengelola hasil buminya.
Jumat, 02 November 2018
mengenal sanggar midang
foto dihari idul fitri
Sanggar midang berdiri pada tanggal 1 agustus 2016, keberadaan
sanggar ini tidak terlepas dari peran beberapa pemuda yang berada didaerah
midang kec. Gunungsari : nawawi, fathurrahman, fathurrahim, samsul arifin dan
roni. Berawal dari kegusaran sekumpulan pemuda ini terhadap penomena sosial
yang bergelinding di midang, mereka mencoba memecahkan beberapa problem sosial sederhana
yang selama ini mereka hadapi. Tersadar akan pentingnya membina generasi
penerus yang lebih baik, kawan-kawan sanggar ini kemudian menjadikan anak-anak
dan remaja sebagai sasaran dakwah atau objek
yang mesti diarahkan. Selama ini, mungkin saja perspektif terhadap anak-anak
hanya sebatas “mereka hanya bisa bermain, menangis, dan habis-habisin uang” hampir
tidak ada pandangan kedepan bahwa mereka adalah penerus yang akan menjadi
bagian dari masyarakat yang kelak akan mempengaruhi orang lain. Awalnya,
sanggar midang ini bernama sanggar belajar dan seni, setelah berjalan beberapa
tahun, barulah kemudian ada inisiatif dari kawan – kawan sanggar untuk merubah
nama karena mempertimbangkan penyebutan yang terlalu panjang dan terlalu
absurd. Beberapa masukan pun datang dari komunitas besar seperti pasir putih
pemenang. Ketika kami berkunjung ke pemenang, muhammad sibawaihi yang juga
adalah salah satu penggerak penting pasir putih menyarankan bahwa penamaan
sanggar belajar & seni itu sebaiknya dirubah menjadi Sanggar midang, lebih
simpel dan mudah disebut.
Logo Pertama Sanggar
Sanggar midang adalah komunitas yang bergerak dalam ranah
pendidikan yang bertujuan untuk mengedukasi peserta didik dari kalangan anak-anak,
pemuda, dan seluruh lapisan masyarakat. Sejauh ini, kawan - kawan sanggar masih
belajar . Ada berbagai macam program yang sudah mereka jalani, diantaranya
yaitu: magrib mengaji, teras bahasa inggris, sp (sekolah perjumpaan), ngaji tajwid,
dan bahasa arab. sejak tahun 2016 sampai tahun ini, sanggar midang sudah berumur dua tahun dan setiap momen hari jadi, sanggar midang selalu merayakannya dengan kegiatan sederhana. tahun lalu, kawan-kawan merayakan hari jadi sanggar dengan menggelar beberapa lomba yang berlokasi di kantor desa midang. beberapa lomba itu antara lain: lomba hafizul Qur'an tingkat anak-anak, mewarnai dan lomba pidato. di bulan agustus kemarin, peringatan hari jadi sanggar dirayakan dengan sangat sederhana yaitu khatmul Qur'an dan sosialisasi program sanggar ke seluruh tokoh yang ada di dusun midang.
Foto bersama para tokoh midang dihari jadi sanggar
Al-hamdulillah, selama ini, sudah lumayan banyak orang-orang hebat yang berkunjung ke sanggar hanya untuk membagi pengetahuan. ditahun 2017 lalu, seorang seniman perempuan berasal dari polandia bernama marta bisa berkunjung ke sanggar dan membagi ilmu melukis dengan memanfaatkan media daun. berkenalan dengan mis marta tidak terlepas dari peran komunitas pasir putih. pasir putih lah yang menawarkan mis marta main-main ke sanggar dan al-hamdulillah kunjungan bermain itu pun kemudian berakhir dengan kesan yang manis dan bermanfaat. sudah dua kali tamu dari luar negri berkunjung ke sanggar, selain mis marta, ada juga pelajar dari argentina bernama leonardo yang membagi ilmu bahasa inggris ke sanggar. tidak kalah antusias, orang-orang besar dari lombok pun sudah sering bermain dan ngopi di sanggar seperti prof. husni muaz-pendiri sekolah perjumpaan- dan prof. taufik guru besar UIN mataram.
Hasil menggambar adik-adik setelah diajar oleh mis marta
Semenjak berdiri 1 agustus 2016 sampai sekarang, sanggar midang
sudah dua kali mengadakan pemilihan ketua. Adapun ketua pertama yang menahkodai
sanggar midang ialah saudara fathurrahman, sekertarisnya samsul arifin. Setelah
kepemimpinan fathurrahman usai selama 1 tahun, kursi ketua diserahkan kepada
saudara ramli, sekertarisnya saudara guntur akbar. Setelah ramli menyelesaikan
amanat yang diberikan padanya, kursi ketua kemudian diberikan kepada saudara
guntur akbar, sekertarisnya jihan hidayat.
Kekuatan dari seluruh program yang telah terencana diatas itu
bermula dari magrib mengaji. setiap magrib, peserta didik dan kawan – kawan pengurus
berkumpul di sanggar untuk belajar mengaji. Selain mengaji, dalam pertemuan
setiap magrib itu, ada proses menyambung silaturahmi dan membangun rasa
kepemilikan atau militansi terhadap komunitas ini. Seusai mengaji, biasanya
kawan-kawan sanggar berdiskusi ringan membahas isu-isu sosial yang terjadi di
desa. Proses diskusi dan berkomunikasi itulah yang mendorong mereka harus
membuat semacam komitmen kolektif yang harus disepakati dan dikawal
bersama-sama demi kemajuan sanggar midang. Magrib mengaji ini sendiri sudah ada
sebelum nama sanggar itu ada. Mengingat, lokasi sanggar ini berada dirumahnya
nawawi yang memang sedari dulu sudah menjadi lokasi mengaji pemuda-i dusun
midang. Karena tradisi mengaji ini sudah kuat dan mengakar dari dahulu,
semenjak H. Musleh (alm) masih menjadi guru pertama di sanggar-walaupun
penamaan sanggar belum ada namun lokasi yang dijadikan tempat mengaji itu sama-
jadi susah memisahkan keberadaan sanggar dari tradisi magrib mengaji ini.
Kemudian di lanjutkan dengan
teras bahasa inggris. Sesuai dengan namanya teras bahasa inggris adalah sebuah
rogram rutin pembelajaran bahasa inggris yang dilaksanakan setiap hari jumat
sore bertempat di teras – teras warga dusun midang. Program ini pertama kali
dimulai pada tanggal 14 september 2018.pada awal pelaksanannya ada sekitar lima
peserta didik yang mengikuti program ini, namun setelah berjanalan beberapa
bulan peserta didik mulai bertambah sekitar puluhan orang. Program ini
bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang pentingnya mempelajari bahasa
inggris yang dimana antusiasme peserta didik dalam belajar bahsa inggris
khususnya di dusun midang terbilang minim, oleh karena itu program ini bisa
menjadi solusi untuk meningkatan motivasi peserta didik dalam menguasai bahasa
inggris. Lebih jauh lagi para peserta didik ini diharapkan bisa menjadi
generasi pengajar pelajaran bahsa inggris di dusun midang.
Belajar tajwid mulai diterapkan beberapa minggu setelah sanggar
didirikan dan peserta didik telah mulai melaksanakan magrib mengaji. Awal
diadakannya ngaji tajwid ini karena para pengurus sanggar Midang sadar bahwa
ilmu tajwid ini sangat penting diajarkan kepada peserta didik, untuk membantu mereka
memahami Al-Qur’an, terutama tentang
hukum bacaan Al-Qur’an. Demi tercapainya apa yang diharapkan dari ngaji tajwid
ini, peserta didik dijelaskan tentang materi hukum bacaan, kemudian langsung
dipraktikkan bagaimana cara membacanya di dalam Al-Qur’an. alhamdulillah
sebagian dari peserta didik sudah lancar dalam membaca Al-Qur’an sesuai dengan
hukum bacaan yang telah mereka dapatkan dari ngaji tajwid.
Selain kedua program itu,
kawan-kawan sanggar juga menerapkan program SP (sekolah perjumpaan). SP ini
adalah salah satu program yang di
inisiasi oleh prof. Husni muadz salah seorang Guru Besar Universitas Mataram,
dimana sekolah perjumpaan ini merupakan sebuah model pembelajarn nilai yang
bertujuan untuk menormalisai hubungan sosial. Pembelajaran inti dalam SP adalah
mengaktifkan nilai-nilai universal dalam berbahasa dan berperasaan saat
berjumpa dengan orang lain, diantara adalah kejujuran, tanggungjawab, menepati
janji, kesabaran, ketulusan dan lain-lain. Sejauh ini program SP tersebar di
kurang lebih 50 titik dan salah satunya di Dusun Midang. Adapun dampak langsung
yang dihasilkan dari penerapan program SP (Sekolah Perjumpaan) di Sanggar
Midang dapat dilihat dan dirasakan oleh kawan-kawan Sanggar, orang tua peserta
didik, peserta didik itu sendiri serta
masyarakat Dusun Midang Secara umum. SP ini mendidik seseorang untuk menganalisa berbagai kegiatan di sekitar
sanggar dan diri sendiri. di sp ada beberapa kegiatan yang mereka lakukan sebut
saja program tersebut bedah buku, setiap malam minggu para peserta didik
berkumpul untuk mempresentasikan hasil bacaan dari bedah buku tersebut, program
sp ini secara tidak disadar juga mengajar peserta didik untuk belajar bagai
mana cara berpresentasi yang baik dan benar.
Program bahasa arab terhitung masih baru karena mengingat,
ketertarikan terhadap bahasa arab tidak sama seperti bahasa inggris. Hal ini
dikarenakan bahasa inggris sudah menjadi bahasa kebutuhan bagi manusia
milenial. Pembelajaran bahasa inggris itu pun,harus diakui, jauh lebih asik
dibandingkan dengan pembelajaran bahasa arab. Selama ini, bahasa arab terkesan
masih kaku dan masih terikat dengan kesakralan. Setiap huruf hijaiyah itu
diasumsikan seperti Al-Qur’an yang apabila kita salah dalam mengucapkannya akan
mendapat dosa. Paradigma yang demikian itu membengkak dan berkembang di
masyarakat desa khususnya dan masyarakat indonesia umumnya. Jadi, program
bahasa arab yang ada disanggar midang ini akan berusaha menampilkan bahasa arab
sebagai bahasa yang asik, mudah dipelajari dan tidak membosankan.
Seriring berjalan waktu, kawan-kawan sanggar berdiskusi untuk
membuat sebuat program baru dan menarik. Kali ini nama program tersebut yaitu
midang hijau. Dimana program ini tidak di fokuskan pada satu titik, akan tetapi
program ini di fokuskan untuk seluruh desa midang. Pada tanggal 9 oktober 2018
para pendiri sanggar membuat sebuah taman. Ada berbagai macam sayuran yang
meraka tanam yaitu cabai, terong, dan sayur mangkok(pakcoi). Taman tersebut
selain digunakan untuk bertanam juga sering menjadi lokasi belajar bahasa
inggris.
Kesemua program yang dilakukan itu tidak lain bertujuan untuk terus
belajar mengasah kemampuan kawan-kawan demi bersama memajukan desa midang
tercinta.
Langganan:
Postingan (Atom)
Bangsal Menggawe; sebuah catatan pribadi #4
Sudah cukup lama saya tidak lagi menggeluti sepak bola. Terakhir, seingatku, dua tahun berturut-turut menjadi juara ke tiga tingkat kecama...