Materi sekolah mendea hari ini ialah analisis problematika pertanian. Muhammad Sibawaihi yang akrab dipanggil Siba dari Minggu yang lalu menyuruh semua partisipan untuk turun kemasyarakat (petani atau yang berhubungan dengan itu) guna mewawancarai mereka tentang persoalan yang selama ini mereka rasakan. Minggu lalu, kami mewancarai pak Herman dan haji sahuni. Pak Herman yang waktu itu kebetulan sedang bertamu ke rumah H. Sahuni menceritakan banyak hal tentang pengalamannya bergelut dengan pertanian. Sebelum bercerita, tentu, seperti biasanya kami disuguhkan kacang, rokok dan kopi oleh tuan rumah(h.sahuni). Sembari menikmati kacang dan pemandangan sapi yang berkeliaran disamping kami, pak Herman kemudian memulai ceritanya.
"Dulu, sekitar tahun 2006-2007 saya pernah menyewa lahan sebesar 35 are yang saya gunakan untuk menanam padi dan kacang. Saya bertani tidak untuk dijual melainkan untuk konsumsi keluarga" katanya sembari mengelupas kulit kacang yang memanggil tangan saya untuk ikut mengelupasnya.
"Lalu, apa yang membuat bapak berhenti bertani?" Tanya Ibnu dengan sedikit senyum khasnya sembari menyeruput kopi hitam.
"Permasalahan yang saya rasakan-dan mungkin dirasakan oleh petani-petani yang lain- ialah tersendatnya sistem irigasi, banyaknya bangunan disekitaran sawah yang membuat petani harus menjual tanahnya demi terwujudnya pembangunan dan terakhir ialah banyaknya hewan ternak yang berkeliaran disini" dia menjawab dengan memelas wajah.
Tentu, selain masalah pertanian, h.sahuni banyak cerita tentang masa-masa dipondok-itu tidak saya tulis-. Seusai diceritakan, kami kemudian sedikit memahami permasalahan yang dihadapi oleh petani di dusun karang subagan ini yaitu irigasi.
Keyakinan kami tentang masalah irigasi ini semakin menguat setelah tadi pagi kembali menemui salah seorang petani yang berasal dari dusun tebango namanya pak Musti Alam. Beliau berumur 80 tahun dan setengah umurnya dihabiskan menjadi petani. Pak Musti alam menuturkan bahwa, persoalan mendasar pertanian khususnya di dusun karang subagan, kecamatan pemenang ialah kekurangan air. Kekurangan itu disebabkan karena saluran irigasi tersendat diakibatkan oleh penumpukan sampah dan pembagian air yang tidak merata. Persoalan sampah memang menjadi persoalan yang menghantui semua desa, daerah bahkan dunia. Tidak mudah menanggulangi isu sampah ini jika belum terbangun kesadaran kolektif dari seluruh lapisan masyarakat untuk sedikit menanggulangi penumpukan sampah.
Selain sampah, yang menarik untuk dibahas ialah ketidak merataan pembagian air. Kata pak Musti Alam, sebetulnya yang mengatur tentang pembagian air ini ialah pekasih namun karena pekasih tidak berjalan maka, petani yang didepan seenaknya mengambil air untuk lahan mereka tanpa memikirkan nasip petani yang berada di belakang.
Hujan kemudian turun setitik-titik, pertemuan itu diakhiri dengan pesan pak Musti Alam bahwa menjadi petani adalah profesi saya sejak dewasa dan dari profesi ini saya menikmati nasi tanpa harus membeli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar