Selasa, 12 Februari 2019

Bangsal Menggawe; sebuah catatan pribadi #3

Cuaca di Lombok dalam beberapa hari ini memang cukup ganas. Sejak tanggal 2 Februari 2019, saya masih mengikuti rangkaian persiapan Bangsal Cup yang merupakan bagian dari prosesi Bangsal Menggawe. Waktu itu sore yang cerah, hujan tidak turun. Saya, Oka dan Albert Rahman bergegas menuju lapangan untuk membersihkan rerumputan di area lapangan. Sebelum tiba di Lapangan, Albert lebih dahulu menyempatkan diri membeli sandal jepit di toko pinggir jalan dekat dengan Bumdes Pemenang. Waktu itu, Albert secara tidak sengaja bertemu dengan Jatul-dokter rupa- yang dalam beberapa bulan lalu pernah terlibat dalam projek bersama kawan-kawan Gubuak Kopi. Albert memilih sandal Jepit berwarna hijau dengan merek Sky Way. Seusai membeli sandal, kami pun melanjutkan perjalanan menuju lapangan. Dilokasi sudah menunggu beberapa kawan-kawan. Tanpa berdialog panjang, kami langsung mencabut rumput dengan cara manual. Awalnya, Oka ingin memakai arit atau alat pemotong rumput agar pekerjaan cepat kelar, namun jika rumput itu dicabut menggunakan arit atau alat pemotong, maka tidak bisa terpotong sampai dengan akarnya. Ketakutan Oka adalah akan lecetnya kaki para pemain bola karena mereka bermain tanpa menggunakan sepatu. Jika rumput tidak dicabut sampai akarnya, maka akan tersisa rumput yang lumayan tajam. Lahan yang akan dijadikan sebagai lapangan untuk Bangsal Cup itu bisa terlihat bersih setelah dalam tiga hari, setiap sore, mulai dari tanggal 2 Februari sampai dengan tanggal 4 Februari, kawan-kawan terjun secara kolektif mencabut rumput.
Kegiatan mencabut rumput dengan cara gotong royong itu telah mengejawantahkan gambaran sederhana makna dari bahasa kebanggan masyarakat Lombok Utara “Mempolong Merenten” (bersaudara dalam satu ikatan). Mempolong (bersaudara) dalam terminologi masyarakat pemenang, tidak memiliki batasan ruang dan waktu. Bahwa persaudaraan itu bisa kita ikat dimana saja dan kapan saja.Di terminal, pantai, pelabuhan, gunung, sawah, rumah ibadah, dapur dan semua tempat yang berpotensi menjadi ruang intraksi manusia. Sewaktu pagi, senja atau pada gelapnya malam, kata Mempolong selalu siap saji untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar. Tidak heran kemudian, bangsal menggawe yang ke tiga ini mengangkat “Museum Tetangga” sebagai tema besar yang diniatkan bisa memantik warga untuk kembali merayakan persaudaraan mereka (mempolong merenten) dengan cara-cara sederhana. Kemunculan tema “museum tetangga” ini sebagai respon terhadap adanya keretakan hubungan sosial yang dialami secara khusus oleh masyarakat Pemenang dan masyarakat Lombok Utara secara umumnya pasca gempa yang terjadi di Pulau Lombok.
Diruang kelas sekolah Mendea, setiap malam, jika hujan turun, suara kodok saling sahut menyahut. Diruang itu saya dan Oka menyelesaikan beberapa surat untuk Bangsal Menggawe. 5 januari 2019, ganasnya cuaca di Pemenang sudah tidak bisa saya lawan dan tahan. Hujan deras dan angin kencang, mengakibatkan saya harus mengidap demam, pilek dan batuk ringan. Dari siang sampai malam, saya menutup badan dengan selimut bergaris-garis warna merah muda dan putih. Sementara saya larut dalam selimut, kawan-kawan sore itu pergi meninjau lapangan bangsal cup sembari membersihkan sisa-sisa yang belum rapi. Malamnya, niatan Oka-direktur Bangsal Menggawe- untuk ngobrol mengenai ide dari kawan-kawan seniman dan persiapan beberapa agenda yang belum kelar harus ditunda karena hujan. Malam itu, semua kawan-kawan menghabiskan waktu dengan kegiatan masing-masing. Sembari mengutak-atik handphne, Oka mengajak saya ngobrol ringan mengenai beberapa administrasi surat-menyurat yang harus segera selesai untuk besok. Surat undangan pembukaan yang ditujukan kepada polsek pemenang, camat Pemenang dan kepala dusun karang petaq. Malam itu, sembari menunggu kantuk, saya menyelesaikan surat-surat tersebut dan lalu melanjutkan catatan-catatan harian.
6 Februari 2019, jam 8.00 saya dan Oka bersiap-siap mengantar surat menuju tiga titik; Polsek Pemenang, Camat Pemenang dan rumah kepala dusun karang petaq. Dimulai dari polsek pemenang, kami langsung disambut hangat oleh pak Didit-Intel- yang waktu itu mengenakan baju kaos berkerah garis-garis. Diruangannya, kami duduk bertiga sembari berbincang-bincang mengenai persiapan bangsal menggawe dan bangsal cup. Pak Didit kemudian meminta Randown acara bangsal cup yang akan dijadikan sebagai acuan membuat surat rekomendasi izin keramain kepada polres Pemenang. Tidak lama waktu kami ngobrol, sebelum pulang, kami mengajak pak Didit untuk foto bareng sebagai bukti kegiatan. Setelah dari Polsek, agenda berikutnya kami akan menuju kantor Camat Pemenang. Namun, sebelum menuju kesana, Oka mengajak saya mencari warung makan. Jalan menuju pelabuhan bangsal, sebelah kanan jalan, sekitar 100 M sebelum pelabuhan bangsal, disana ada warung kecil yang menyediakan menu makanan sederhana. Sayangnya, waktu itu kami lupa menanyakan nama pemilik warung. Setelah menikmati sarapan dengan lauk seadanya, kami melanjutkan mengantar surat menuju kantor camat Pemenang.
Pasca gempa, wajah kantor camat Pemenang bahkan semua gedung instansi pemerintahan di Lombok Utara mengalami kehancuran. Masih terlihat tenda BNPB yang berdiri di halaman kantor camat. Kami langsung masuk ke ruangan kerja dan menanyakan keberadaan pak Camat, namun beliau masih ada urusan diluar. Surat undangan itu kemudian kami titipkan pada pegawai perempuan yang sedang sibuk mengetik. “tolong sampaikan kepada pak camat ini ada undangan pembukaan bangsal cup dari yayasan pasir putih. Bangsal cup ini bagian dari beberapa kegiatan bangsal menggawe 2019” kata Oka sembari menatap wajah staf perempuan itu. “iya, insya Allah. Pak Camat sedang ada urusan diluar” jawabnya sembari melempar senyum.
Tidak lama berbincang dengan staf kantor camat, kami melanjutkan perjalanan menuju rumah kepala dusun karang petaq(pak Halawi). Gang kecil menuju rumah pak kadus terletak di samping toko wakaf dusun karang petaq, sekitar 100 meter dari gang kecil itu. Waktu itu, kami tidak menjumpai pak Kadus di rumahnya dan kemudian menitip surat undangan itu kepada istrinya yang sedang mengurus anak. Tanpa berbincang, kami langsung izin pamit pulang. Keluar dari gang rumah pak kadus, kami berencana meninjau lapangan main bola yang berada di bangsal. ditengah perjalanan menuju lapangan, suara keras pak Kadus memanggil Oka yang sedang pokus menyetir motor. Saya kemudian menyuruh Oka memutar arah menuju suara pak Kadus yang ternyata sedang asik berbincang dengan beberapa warga dipinggir jalan raya menuju pelabuhan bangsal.
Seperti biasa, keramahan kadus muda itu terlihat dari senyum manis yang selalu dia dahulukan sebelum bersalaman. “mau kemana?” Tanya beliau. “barusan kami dari rumah epe(anda) mengantar surat undangan pembukaan bangsal cup” jawab oka sembari menyelipkan senyuman kecil. “oooh, maaf, saya dari jam 7 sudah nganggur disini bersama warga membicarakan bantuan dana gempa” balas pak kadus dengan nada halus penuh sesal. Sekitar 5 menit kami mengisi pertemuan itu, Oka kemudian izin pamit pulang karena ada agenda lain yang akan dikerjakan. Niatan untuk meninjau lapangan pun harus dibatalkan karena dikantor pasir putih masih butuh tenaga mempersiapkan gawang.
Tiba dikantor pasir putih, Rajib Harri-ketua panitia bangsal cup- bersama dengan Bokhari sedang sibuk mengelas gawang. Turun dari motor, saya kemudian membantu pak Bokhari mengelas gawang sementara Oka masuk keruangan kelas merapikan beberapa berkas bangsal cup. Sebelum azan Zuhur berkumandang, dua gawang yang di las sudah siap dipasangkan jarring. Setelah selesai di las, kedua gawang itu kemudian diusung ke lapangan depan kantor pasir putih. Tinggal memasang jarring, maka gawang itu sudah siap digunakan pada hari senin, tanggal 10 Februari nanti.
Siang harinya, saya, Oka, Afifah Farida Jufri(ipeh), Siba, Maria dan Harry pergi ke kawasan eko keruju’ untuk berendam sembari membuang penat. Dari kantor pasir putih menuju keruju’ dibutuhkan waktu 15 menit perjalanan. Siba dan Harry lebih dahulu berangkat, sementara kami berempat harus saling menunggu. Sampai di kerujuq, kami bertemu Siba dan Harry sedang menunggu kelapa muda yang sedang dikupas oleh seorang pengelola kawasan wisata. Dua kelapa yang dikupas itu kemudian kami nikmati bareng sembari menuju kali kerujuq yang waktu itu airnya mengalir lumayan besar karena hujan besar yang dalam beberapa minggu ini mengguyur Lombok.
kami berenam kemudian berendam bersama dengan busana yang kami kenakan. Sebelum selesai, Siba membuat menara kecil dari bebatuan yang ada dikali kerujuq. Menara yang sudah berdiri tegak itu kemudian kami jadikan media permainan, sebut saja namanya permainan lempar menara. Permainan yang tercipta secara spontanitas itu cukup mengurangi lelah kami dengan beberapa aktivitas minggu-minggu ini. Selain itu, permainan lempar menara ini melatih kepokusan kami pada titik sasaran. Menara yang sudah jadi itu kemudian kami lempar dengan batu kecil sampai roboh. Tiga menara berdiri tegak dengan jarak yang berbeda-beda. Ada yang dekat, sedang dan jauh. Si Maria, Ipeh, Siba dan saya berhasil mengenai sasaran dan merobohkan tiga menara itu dengan beberapa kali lemparan. Sementara Harry, dengan menggunakan tangan kirinya belum bisa mengenai sasaran yang pas. Sepulang dari kerujuq, diperjalanan menuju pasir putih kami diguyur hujan yang cukup besar.
Setiba di pasir putih, saya langsung mengganti baju yang basah dan kemudian membuka laptop untuk menulis nama-nama club yang sudah resmi mendaftar ditournamen bangsal cup 2019.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bangsal Menggawe; sebuah catatan pribadi #4

Sudah cukup lama saya tidak lagi menggeluti sepak bola. Terakhir, seingatku, dua tahun berturut-turut menjadi juara ke tiga tingkat kecama...